Himma Dewiyana Lubis segera bertugas lagi sebagai dosen, mengajar mahasiswa di Universitas Sumatera Utara (USU). Dia telah bebas dari kasus dugaan penyebaran hoax 'bom Surabaya pengalihan isu'.
Kasus Himma Dewiyana berpangkal dari komentarnya atas peristiwa terorisme, yakni bom yang diledakkan di sejumlah gereja di Surabaya, 13 Mei 2018. Saat itu, ada 25 orang korban tewas akibat aksi teror itu.
Saat itu suasana menjelang Pilpres 2019. Tagar #2019GantiPresiden ramai di media sosial. Himma beropini bahwa peristiwa bom adalah pengalihan isu. Menulislah dia di akun Facebook-nya. Begini bunyi tulisannya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Skenario pengalihan yang sempurna
#2019GantiPresiden.
Himma kemudian ditangkap polisi gara-gara status Facebook itu. Aparatur sipil negara (ASN) itu juga dicopot sementara dari jabatan kepala arsip USU, kampus tempat dia bekerja. Himma ditahan dan menjalani rangkaian persidangan.
PN Medan menyatakan Himma terbukti menulis ujaran kebencian di status Facebook terkait bom Surabaya. PN Medan hanya menjatuhkan hukuman percobaan, yaitu dengan pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan selama 2 tahun. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi (PT) menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara.
![]() |
Singkat cerita, Mahkamah Agung (MA) membebaskan Himma dari dakwaan. Duduk sebagai ketua majelis Prof Dr Surya Jaya dengan anggota Sofyan Sitompul dan Brigjen TNI Sugeng Sutrisno.
"Putusan bebas," kata juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro, saat dimintai konfirmasi detikcom, Kamis (17/12/2020).
Selanjutnya, apa pertimbangan hakim?:
Alasan majelis membebaskan Himma, posting-an Himma tidak dapat diartikan/dimaknai sebagai berita, informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan.
"Kata-kalimat #2019GantiPresiden dalam suatu negara demokrasi adalah sah-sah saja dan merupakan hak konstitusional setiap warga masyarakat. Kata-kalimat #2019GantiPresiden masih sesuai dengan konteksnya, yaitu tepat pada tahun 2019 akan ada ajang pesta demokrasi pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden," demikian pertimbangan majelis.
Ada 15 alasan MA yang melatarbelakangi pembebasan Bu Dosen dari dakwaan. Di antaranya majelis hakim berpendapat kalimat-kalimat Himma adalah ekspresi atau pendapat yang sah-sah saja. Lima belas poin alasan MA dapat dilihat dengan cara klik tautan ini.
Pihak USU melalui Rektor, Profesor Runtung Sitepu, menyatakan menghormati putusan MA tersebut. Putusan itu dianggap sebagai putusan inkrah dan harus dihormati.
Runtung mengatakan USU bakal mengembalikan nama baik Himma yang dinyatakan tak bersalah oleh MA. Dia juga menyebut Himma segera bertugas kembali sesuai fungsi dan tugas pokoknya di USU.
"Kalau dari Mahkamah Agung seperti itu, ya tentu kita berterima kasih juga. Artinya, kita sudah punya pedoman di kalangan Universitas Sumatera Utara kita akan pulihkan nama baiknya. Artinya bahwa dia tidak terbukti," ucapnya.
Runtung menjelaskan Himma masih ASN (PNS). Selanjutnya, Himma akan kembali bertugas sebagai dosen di kampus.
"Iya kembali kita berikan tugas sebagaimana fungsi dan tugas pokoknya di USU," sambung Runtung.