Mahkamah Agung (MA) memvonis bebas dosen Universitas Sumatera Utara (USU), Himma Dewiyana Lubis, di kasus dugaan penyebaran hoax 'bom Surabaya adalah pengalihan isu tagar 2019 Ganti Presiden'. Pihak USU menyatakan menghormati putusan MA tersebut.
"Saya sudah baca juga vonis itu sampai tuntas. Jadi kan pertimbangan Mahkamah Agung itu ada 15 atau berapa, yang tidak terbukti dia melakukan ujaran kebencian. Saya kira itu sebagai sebuah putusan yang berkekuatan hukum tetap kita harus hormati karena itu proses hukum, bukan proses administrasi di fakultas atau universitas. Kita harus hormati," kata Rektor USU, Prof Runtung Sitepu, saat dihubungi, Jumat (18/12/2020).
Runtung mengatakan USU bakal mengembalikan nama baik Himma yang dinyatakan tak bersalah oleh MA. Dia juga menyebut Himma segera bertugas kembali sesuai fungsi dan tugas pokoknya di USU.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dari Mahkamah Agung seperti itu, ya tentu kita berterima kasih juga artinya kita sudah punya pedoman di kalangan Universitas Sumatera Utara kita akan pulihkan nama baiknya. Artinya bahwa dia tidak terbukti," ucapnya.
"Iya kembali kita berikan tugas sebagaimana fungsi dan tugas pokoknya di USU," sambung Runtung.
Runtung mengatakan Himma masih berstatus sebagai PNS. Menurutnya, Himma hanya diberhentikan sementara dari tugas tambahannya sebagai kepala arsip saat proses hukum mulai berjalan.
"Dia masih karena kemarin perkaranya dalam proses belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, ini kalau saya tidak salah, dia hanya diberhentikan dari tugas tambahannya sebagai kepala arsip. Kalau status pegawai negerinya belum, kita kan tidak gegabah, harus menunggu putusan berkekuatan hukum tetap," tutur Runtung.
Lihat juga video 'Dosen USU Tersangka Hoax, Fadli: Kebebasan Berpendapat Diberangus':
Bagaimana awal kasus ini bergulir? Simak di halaman berikutnya.
Sebelumnya, MA membebaskan Himma Dewiyana Lubis yang didakwa menyebarkan hoax 'bom Surabaya adalah pengalihan isu #2019 Ganti Presiden'. Kasus ini sendiri bermula saat Himma menulis komentar di akun Facebook-nya pada Mei 2018.
Sekitar pukul 15.00 WIB, dia menulis status Facebook yang mengomentari kasus bom Surabaya, yaitu:
Skenario pengalihan yang sempurna
#2019GantiPresiden.
Himma kemudian duduk di kursi pesakitan. PN Medan menyatakan Himma terbukti menulis ujaran kebencian di status Facebook terkait bom Surabaya. PN Medan hanya menjatuhkan hukuman percobaan, yaitu dengan pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan selama 2 tahun.
Di tingkat banding, hukuman Himma diperberat. Pengadilan Tinggi (PT) Medan menyatakan Himma terbukti melanggar UU ITE dan dijatuhi hukuman 1 tahun penjara karena terbukti menyebarkan hoax 'bom Surabaya pengalihan isu'.
Himma tidak terima dan mengajukan kasasi. MA kemudian memberi vonis bebas kepada Himma.
"Putusan bebas," kata juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro, saat dimintai konfirmasi detikcom, Kamis (17/12).
Duduk sebagai ketua majelis Prof Dr Surya Jaya dengan anggota Sofyan Sitompul dan Brigjen TNI Sugeng Sutrisno. Himma dibebaskan dari seluruh dakwaan jaksa.
Majelis membebaskan Himma karena menilai posting-an Himma tidak dapat diartikan atau dimaknai sebagai berita, informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan.
"Kata-kalimat #2019GantiPresiden dalam suatu negara demokrasi adalah sah-sah saja dan merupakan hak konstitusional setiap warga masyarakat. Kata-kalimat #2019GantiPresiden masih sesuai dengan konteksnya, yaitu tepat pada tahun 2019 akan ada ajang pesta demokrasi pemilihan umum untuk memilih Presiden dan wakil presiden," demikian pertimbangan majelis.