Saksi seorang kontraktor bernama Budi Soesanto yang dihadirkan jaksa KPK dalam persidangan perkara suap-gratifikasi yang menjerat mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi memicu perdebatan jaksa KPK dengan pengacara Nurhadi. Kenapa?
Perdebatan ini bermula saat pengacara Nurhadi, Maqdir Ismail, bertanya kepada Budi terkait ada pemberitaan mengenai Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI). Berita itu memuat inisial BS, yang ingin dikonfirmasi oleh Maqdir.
"Saudara Saksi, ini ada pernyataan MAKI Boyamin Saiman bahwa ada pemborong berinisial BS, ada nomor HP dan alamat di Pasar Minggu...," kata Maqdir dalam sidang yang diikutinya secara online di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat (18/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum sempat menyelesaikan pertanyaannya, jaksa KPK Takdir Suhan langsung menyampaikan keberatannya. "Izin Majelis, kami keberatan, Majelis, artikel ini tidak dapat dipertanggungjawabkan, Majelis," kata Takdir.
Hakim ketua Saefuddin Zuhri lalu mempersilakan Maqdir menyampaikan pertanyaannya. Maqdir langsung menanyakan ada-tidaknya keterkaitan antara inisial BS yang disampaikan Boyamin Saiman dengan Budi.
"Apa betul Saksi ini memberikan keterangan seperti yang disampaikan Boyamin Saiman bahwa memberikan data-data itu? Berita ini tadi, diterangkan oleh Boyamin bahwa Saudara Saksi ini bertemu Boyamin di Malaysia, dia menyerahkan data-data mengenai asetnya Nurhadi?" tanya Maqdir lagi.
Suasana ricuh terdengar di ruang sidang. Jaksa KPK keberatan dan pengacara tetap ingin melanjutkan pertanyaan. Gerakan saling tunjuk antara jaksa dan pengacara juga sempat terjadi di sidang.
"Izin, Majelis, kami sangat keberatan, Majelis. Ini saksi kami tidak ada kaitannya dengan itu, itu pun tidak bisa dipastikan, Majelis," kata Takdir.
"Kalau nggak ada hubungannya, kenapa panik?" cetus salah satu pengacara Nurhadi yang ada di ruang sidang.
"Konteksnya beda," jawab Takdir.
"Ada kaitannya, itu BS, Budi Soesanto, itu menyerahkan data di Malaysia?" cecar pengacara lagi.
"Ini berkaitan dengan fitnah toh kalau kemudian...," kata jaksa KPK lain.
Saat suasana ricuh dan muncul nada meninggi ketika pengacara dan jaksa bicara, hakim langsung mengetuk palu sidang sebanyak tiga kali.
"Ini ada pimpinan sidang. Tunggu dulu, Saudara (Saksi) paham? Bisa jawab?" ucap hakim ketua Saefuddin Zuhri.
Budi, yang sedari tadi diam dan memperhatikan debat antara jaksa dan pengacara, pun menjawab. Dia menegaskan inisial BS yang ada di berita itu bukanlah dia.
"Tidak betul, saya nggak kenal dengan Boyamin. Kedua, saya nggak pernah ke Malaysia," tegas Budi.
Dalam sidang ini, Nurhadi didakwa menerima suap dan gratifikasi Rp 83 miliar bersama-sama dengan menantunya bernama Rezky Herbiyono terkait pengurusan perkara di pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, ataupun peninjauan kembali. Nurhadi dan Rezky didakwa menerima suap dan gratifikasi dalam kurun 2012-2016.
Uang suap ini diterima Nurhadi dan Rezky dari Hiendra Soenjoto selaku Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) agar keduanya membantu Hiendra dalam mengurus perkara. Jaksa menyebut tindakan Nurhadi itu bertentangan dengan kewajibannya sebagai Sekretaris MA.
Di surat dakwaan, jaksa mengungkapkan uang suap yang diterima Nurhadi dan Rezky Herbiyono itu dibelikan lahan sawit, kendaraan, dan tas bermerek hingga melakukan renovasi rumah di kawasan Senayan, Jakarta Selatan.
(zap/dhn)