Polres Tangerang Selatan mengamankan 61 orang yang hendak mengikuti Aksi 1812 di kawasan Istana Negara, Jakarta Pusat. Dari 61 orang tersebut, 10 di antaranya reaktif virus Corona.
Wakapolres Tangerang Selatan Kompol Stephanus Luckyto Andri Wicaksono mengatakan ke-61 orang tersebut diamankan di beberapa titik penyekatan. Puluhan orang itu mayoritas berasal dari daerah Bogor.
"Ada 61 orang yang berhasil kita amankan di Polres Tangsel. Massa ini berasal dari arah Depok dan Bogor. Kita amankan di pos-pos penyekatan yang kita dirikan seperti di Serpong, Cisauk, sama Ciputat," kata Stephanus saat dihubungi detikcom, Jumat (18/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Stephanus, 61 warga tersebut mayoritas berusia 12-21 tahun. Bahkan di antaranya masih ada yang duduk di bangku sekolah dasar (SD).
"Usianya kita cek banyak anak-anak mereka umur 12 sampai 21 tahun. Ada anak-anak SD, ada beberapa santri juga ada," ujarnya.
Stephanus menyebut puluhan warga tersebut memang tidak membawa senjata tajam. Namun mayoritas membawa beberapa atribut dukungan kepada Habib Rizieq Shihab dan Habib Bahar.
Dari 61 orang yang diamankan tersebut, Stephanus menyebutkan 50 orang di antaranya diamankan saat berada di truk. Para warga tersebut hendak bersembunyi di kendaraan tersebut untuk mengikuti aksi 1812.
Selain itu, petugas melakukan rapid test kepada 61 orang tersebut. Hasilnya, 10 orang dinyatakan reaktif virus Corona.
"Jadi kita rapid kepada 61 ini dan ada 10 orang reaktif dan kita tindaklanjuti dengan rapid antigen dan akan kita cek lagi hasilnya positif atau negatif. Kita telah koordinasi sama dinas kesehatan dan Puskesmas setempat untuk penanganan 10 orang ini," terang Stephanus.
Lebih lanjut, Stephanus mengimbau masyarakat tidak mudah terpancing dalam ikut aksi demonstrasi. Dia menyebut, di tengah pandemi virus Corona yang masih tinggi, menjalankan protokol kesehatan dengan menghindari kerumunan harus terus dilakukan.
"Jadi intinya kami mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati menerima ajakan karena kita tidak mengetahui kondisi satu dan lainnya. Pada prinsipnya polisi tidak pernah melarang upaya penyampaian pendapat tapi situasi sekarang COVID-19 sangat tinggi ini sangat rentan malah muncul klaster baru," pungkasnya.