Majelis hakim mencecar Pinangki Sirna Malasari terkait action plan untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) berkaitan dengan Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Hakim bertanya mengenai inisial yang tertulis dalam action plan, yang disebut jaksa dibuat oleh Pinangki.
Awalnya, Pinangki mengaku tidak tahu-menahu soal action plan. Pinangki mengatakan bukan dia yang membuat action plan itu.
Kemudian, hakim ketua IG Eko Purwanto menyoroti bukti percakapan Anita Kolopaking dengan Pinangki. Di mana dalam percakapan itu, Pinangki menyebut inisial sejumlah nama, yakni IR, AK, BR, dan HA.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini ada inisial-inisial, IR, AK, BR, HA, di situ semua dari mana saudara mencantumkan inisial kalau tidak paham inisial itu? Bagaimana mencantumkan inisial dalam percakapan tanpa tahu inisial itu?" tanya hakim Eko dalam sidang di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (16/12/2020).
Eko kemudian meminta Pinangki berkata jujur dan tidak menutupi kebenaran. Dia menilai alasan Pinangki yang menyebut tidak mengetahui action plan tidak logis, apabila dibandingkan dengan percakapan di mana Pinangki menyebut inisial sejumlah nama.
"Saya ingatkan, kami harus menggali apakah benar-benar sumpah dipegang teguh, (atau) seolah-olah sumpah tidak ada artinya. Untuk itu saya ingatkan ke Saudara, jujurlah, karena jawaban Saudara nggak logis," tegasnya.
"Saudara sudah membenarkan nomor HP, percakapan dan ada inisial-inisial yang diketik saudara sendiri, dan Anita Kolopaking sendiri, bagaimana tidak mengetahui inisial itu? Saya hanya mengingatkan, terus terang. Saya paling tidak suka dibohongin, sudah banyak kebohongan yang saya temui," imbuh Eko.
Pinangki kemudian menjelaskan beberapa nama terkait inisial yang disebut hakim. Menurutnya, AK itu Anita Kolopaking, IR itu Andi Irfan.
"AK Anita Kolopaking, DK itu lawyer-nya Pak Djoko orangnya belum pernah ketemu, saya nggak tahu sosoknya siapa, tapi menurut Pak Djoko, DK itu lawyer-nya," ungkap Pinangki.
"Ada AK, IR. IR siapa?" tanya hakim lagi dan dijawab Pinangki bahwa IR adalah Andi Irfan Jaya.
Pinangki mengaku dia tidak tahu action plan, yang dia tahu adalah proposal. Itu pun ditunjukkan Anita Kolopaking.
"Anita kirim proposal Februari atau Maret yang ditolak Djoko Tjandra," kata Pinangki.
Simak juga video 'Hakim Cecar Teman Dekat Pinangki yang Beri Keterangan Palsu':
Baca selengkapnya di halaman berikutnya.
Pinangki mengaku tidak tahu siapa yang membuat action plan itu. Dia mengatakan peran dia ketemu Djoko Tjandra hanya sebatas mengenalkan Anita Kolopaking ke Djoko Tjandra.
"Saya kurang paham (pembuat action plan), karena peran saya adalah untuk meyakinkan Djoko Tjandra supaya tetap pakai Anita sebagai lawyer," ucap Pinangki.
Dalam sidang ini, yang duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini adalah Andi Irfan Jaya. Andi Irfan didakwa didakwa menyerahkan uang USD 500 ribu dari Djoko Tjandra ke Pinangki. Selain itu, jaksa mendakwa Andi Irfan melakukan pemufakatan jahat. Pemufakatan jahat itu dilakukan bersama Pinangki dan Djoko Tjandra.
Pinangki juga merupakan terdakwa dalam kasus ini. Pinangki disebut jaksa membantu Djoko Tjandra mengurus Fatwa MA agar Djoko Tjandra yang saat itu buron kasus hak tagih (cessie) Bank Bali bisa bebas tanpa menjalani hukuman pidana 2 tahun penjara. Pinangki juga didakwa dalam perkara yang sama. Pemberian suap senilai USD 500 ribu itu apabila dikurskan sekitar Rp 7,2 miliar lebih.
Andi Irfan Jaya turut terseret di pusaran kasus suap Djoko Tjandra-Pinangki ini berawal pada 22 November 2019 ketika Andi Irfan ditelepon oleh Pinangki dan diajak ke Kuala Lumpur, Malaysia, bertemu dengan Djoko Tjandra. Pertemuan itu kemudian terjadi pada 25 November.
Dalam pertemuan itu Andi Irfan mendapat tugas dari Pinangki. Selagi Pinangki mengurus action plan untuk mengurus fatwa MA, Andi Irfan yang dikenalkan sebagai konsultan diperintahkan untuk meredam pemberitaan di media massa apabila Djoko Tjandra datang ke Indonesia.