Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan awal mula jaringan penipuan internasional modus e-mail bisnis (business e-mail compromise) terbongkar. Terbongkarnya jaringan penipuan ini karena ada laporan dari Interpol Belanda kepada Divisi Hubungan Internasional (Div Hubinter) Polri.
"Beberapa waktu yang lalu, tepatnya di tanggal 3 November 2020, Divisi Hubinter Polri menerima informasi dari Interpol Belanda terkait dengan penipuan dengan modus BEC ini, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Bareskrim kemudian bekerja sama dengan rekan-rekan PPATK," kata Sigit dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (16/12/2020).
Sigit menerangkan korban penipuan adalah perusahaan Belanda, PT Mediphos Medical Supplies B.V. Para pelaku mengirim e-mail ke korban dengan mengaku sebagai salah satu perusahaan Korea, SD Biosensor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang isi e-mail-nya adalah perubahan nomor rekening. Kemudian korban mentransfer dana ke rekening atas nama CV Biosensor, yang mana fiktif, sejumlah USD 3,597,875.00 atau senilai Rp 52,3 miliar," ucap Sigit.
Dalam proses penyelidikan, polisi menangkap UDC alias EMEKA, Hafiz, Belen Adhiwijaya alias Dani dan Nurul Ainulia alias Iren. Ternyata para tersangka terkait dengan jaringan penipuan modus business e-mail compromise yang sebelumnya diungkap Bareskrim, di kasus berbeda.
"Ternyata Saudara EMEKA ini telah beberapa kali melakukan kejahatan yang sama, yakni di 2018, korbannya adalah warna negara Argentina dengan kerugian kurang-lebih Rp 43 miliar, ini sudah divonis 3 tahun. Kemudian di 2019 dengan korban warga negara Yunani, dengan kerugian kurang lebih Rp 113 miliar, ini sudah divonis sebenarnya 2 tahun 6 bulan. Di 2020 melakukan kejahatan yang sama, kali ini korbannya warga Italia dengan kerugian Rp 58 miliar, dan di tahun 2020 juga korban warga negara Jerman dengan kerugian Rp 10 miliar dan saat ini yang baru saja kita ekspos adalah korban dari warga negara Belanda," terang Sigit.
"Hafis yang bertugas membuat dokumen fiktif dan seolah-olah menjadi direktur dari PT fiktif tersebut, kemudian dibantu oleh Saudara Dani dan Nurul. Sehingga total kerugian yang ditimbulkan adalah kurang lebih dari rangkaian kegiatan mereka, sebesar Rp 276 miliar, dan saat ini kita sita Rp 141 miliar," sambung Sigit.
Simak juga video 'Waspadai Tarik Tunai di ATM, Duit Tak Keluar Terganjal Pelat Besi':
Sigit menerangkan para pelaku menggunakan uang hasil kejahatan untuk membeli valas hingga aset. "Tersangka memanfaatkan hasil kejahatan untuk membeli valas, aset-aset berupa tanah, mobil, rumah dan lain-lain," tambah Sigit.
Sebelumnya Bareskrim Polri mengungkap kasus penipuan dengan modus business e-mail compromise (BEC). Total kerugian korban Rp 276 miliar.
"Kasus kejahatan dengan modus business e-mail compromise, yang merupakan kasus kejahatan lintas negara, yang menjadi atensi dari Financial Action Task Force, selaku badan dunia yang dibentuk dalam menangani kejahatan pencucian uang," kata Sigit.
Sigit menuturkan ironisnya, para pelaku penipuan modus BEC terus beraksi di tengah situasi pandemi Corona (COVID-19), yang melanda seluruh dunia. Bahkan pelaku memanfaatkan situasi pandemi untuk melancarkan aksinya.
"Kejahatan ini kemudian menjadi sorotan karena dilaksanakan pada saat dunia menghadapi situasi pandemi dan kemudian kelompok ini memanfaatkan situasi dengan memanfaatkan celah-celah di mana negara-negara sedang mencari alat-alat terkait dengan masalah pencegahan COVID, baik berupa APD maupun alat-alat rapid test," jelas Sigit.
Aktor intelektual dalam kejahatan ini adalah warga negara (WN Nigeria) dibantu beberapa warga Indonesia. Dari kerugian korban Rp 276 miliar, Bareskrim berhasil mengembalikan kerugian atau recovery asset korban Rp 141,6 miliar.
"Terkait dengan kejahatan ini, Bareskrim telah menangani 5 kasus melibatkan lintas negara, di mana 3 kasus terkait dengan COVID-19 itu ada tiga negara dan dua kasus terkait dengan transfer dana dan investasi. Adapun yang terkait dengan COVID itu negara Italia, Belanda dan Jerman. Terkait dana investasi, Argentina dan Yunani. Kasus ini menjadi menarik karena melibatkan sindikat internasional, kemudian dilaksanakan dalam situasi COVID, dan melibatkan jaringan WNA dalam hal ini Nigeria, dibantu oleh WNI," terang Sigit.