Jauh di perbatasan Indonesia dengan Malaysia, ada sebuah pulau dengan luas kurang lebih 1.500 km2 yang bernama Pulau Rupat. Pulau yang masuk pemerintahan Kabupaten Bengkalis, Riau ini banyak ditinggali oleh masyarakat yang notabene bekerja sebagai petani karet, kelapa sawit, dan juga nelayan.
Menjadi surganya para nelayan, Pulau Rupat memang memiliki kekayaan laut yang tak tertandingi sebut saja ikan senangin, ikan tenggiri, udang, hingga kepiting yang kerap ditangkap nelayan di pulau ini. Namun, kekayaan alam yang ada di Pulau ini bertolak belakang dengan perlengkapan melaut bagi sebagian nelayan di Pulau Rupat.
Dalam kunjungan ke Pulau Rupat dalam kegiatan Tapal Batas, detikcom mendatangi satu kelompok nelayan yang berdiri sejak tahun 2015. Mereka menamainya dengan kelompok nelayan cabuk yang beranggotakan 16 orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Kelompok dari Nelayan Cabuk Dulkahar (62) mencurahkan kendalanya sebagai nelayan kecil di perbatasan adalah izin tangkap yang terbatas sehingga ia dan kelompoknya mesti berhati-hati ketika melaut.
"Surat izin tangkap itu sekitar 5-6 mil, ketika sudah dekat dengan perbatasan Malaysia kami mundur. Untuk polisi perbatasan ya ada tapi kan kami sudah ada surat-surat seperti pas kecil, izin tangkap jadi aman," ungkap Dulkahar.
Kendala lainnya yang dirasakan Dulkahar dan juga kelompoknya adalah alat-alat untuk menangkap ikan seperti jaring, safety coat, hingga kapal. Khusus untuk kapal, Dulkahar mengatakan kapal yang mereka gunakan selama ini sudah mulai lapuk dan tidak layak melaut karena terbuat dari kayu. Belum lagi bahan baku untuk memperbarui kapal yang sudah habis akibat kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 2019.
![]() |
"Kami meminta bantuan dan solusi ke pemerintah ini bagaimana solusinya untuk kondisi dan keadaan kami di sini agar kami tetap bisa menafkahi anak istri. Lebih perhatikan nelayan-nelayan kecil seperti kami. Kami memohon bantuan untuk dibantu dalam hal kapal yang mana kapal kami sudah tidak layak pakai untuk digunakan. Jadi jangan sampai kami ini nelayan berhenti (bekerja)," tutur Dulkahar.
Walaupun terkendala dengan kapal yang dimiliki, Dulkahar juga merasakan bantuan yang diberikan oleh Pemerintah lewat bantuan-bantuan untuk meringankan keuangan dari kelompok nelayan yang dipimpinnya salah satunya KUR. Ia mengakui ketika pinjaman KUR belum ada di tahun 2015 ekonomi yang dimilikinya sangat meleset.
"Dulu ikan banyak namun harga murah sebagai contoh ikan senangin dulu perkilo hanya dihargai Rp 16.000-20.000. Pendapatan hanya sekitar Rp 1 juta per bulan," imbuhnya.
Ia pun merasakan KUR sangat membantu kini dalam melakukan pekerjaannya sebagai nelayan. Dari awalnya pendapatan mereka sekitar Rp 1 juta per bulan, kini mereka bisa mendapatkan Rp 3 juta per bulan.
![]() |
"Sekarang, Kami nelayan kecil ini untuk 1 kelompok ada 9 orang dan mendapat pinjaman KUR dari Bank BRI untuk kami gunakan membeli alat tangkap, beli jaring, kadang untuk kami perbaiki ketika mesin rusak," katanya.
Dulkahar pun mengatakan dirinya baru sekali meminjam KUR sebesar Rp 25 juta untuk 5 tahun. Ia menilai KUR sangat membantu dirinya karena bunga yang murah sehingga sangat membantunya sebagai nelayan kecil.
"Harapan kami ya janganlah dihilangkan atau dihapuskan pinjaman KUR ini karena bunga yang sangat murah dan terjangkau bagi nelayan. Dari pinjaman BRI sehingga kami bisa melaut dan bisa membuat anak-anak kami juga berkuliah. Kemudian kami bisa membeli kebun sedikit-sedikit untuk deres karet," tandasnya.
ia juga mengatakan subsidi bunga kredit dan adanya kemudahan restrukturisasi kredit di masa pandemi yang diberikan oleh pemerintah melalui BRI sangat membantu Dulkahar dan juga kelompoknya dalam melakukan pekerjaan di masa sulit seperti saat ini.
"Adanya kebijakan bunga di BRI yang disubsidi juga oleh pemerintah yaitu tadinya 12% menjadi 6% sangat membantu kami," pungkasnya.
Di ulang tahun BRI ke 125 yang mengangkat tema BRILian, BRI hadir di perbatasan untuk memudahkan tetap dapat menggeluti pekerjaannya terutama nelayan agar tidak berhenti melaut.
detikcom bersama BRI mengadakan program Tapal Batas yang mengulas mengenai perkembangan infrastruktur, ekonomi, hingga wisata di beberapa wilayah terdepan khususnya di masa pandemi. Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus beritanya di tapalbatas.detik.com.
(akn/ega)