Sektor perikanan menjadi salah satu mata pencaharian utama di pulau terluar Rupat, Provinsi Riau. Adapun, tak sedikit tantangan yang dialami oleh para nelayan. Dalam perjalanan Tapal Batas detikcom yang didukung oleh BRI ke pulau terluar Rupat di Kabupaten Bengkalis, masih tampak tantangan yang dialami oleh para nelayan setempat dalam upayanya mencapai kesejahteraan.
Hal itu diungkapkan oleh Abdul Rais selaku petugas honorer UPT Pendaratan Ikan Kecamatan Rupat Utara di Pulau Beting Aceh beberapa waktu lalu. Dengan hasil melaut yang tidak seberapa, para nelayan setempat disebut sangat bergantung pada toke atau pengepul.
Oleh para nelayan setempat, biasanya mereka menjual ikan tangkapan dengan harga yang ditetapkan oleh para toke. Tak hanya menjadi penadah, para toke kerap menjadi rujukan para nelayan yang butuh modal untuk kegiatan sehari-hari mereka melaut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang jelas mereka untuk menambah armada dan jaringnya sendiri karena harus diremajakan, untuk perbaikan itu. Karena kalau ketergantungan pada toke, itu bahasa kawan-kawan sampai seumur hidup tidak lepas. Karena di sini tidak ada TPI. Mereka lebih memilih toke karena mau apa pun dapat. Harga ikannya juga jauh kan," ungkap Rais.
Dalam praktiknya, para toke ini kemudian menjual kembali ikan yang ditampung dari para nelayan ke eksportir besar yang ada di Pulau Rupat. Di mana nantinya ikan itu baru dieskpor ke negeri tetangga seperti Malaysia.
"Di sini kebetulan ada dua perusahaan pengekspor ikan, tapi mereka berdua kan ada yang nelayan langsung nimbang ke mereka. Ada yang melalui penampung lain. Ekspornya ke Malaysia di Port Dickson," tambahnya.
UPT tempat Rais bekerja memang mempunyai sejumlah fungsi, seperti penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) untuk syarat legal bagi para pengekspor hingga membantu nelayan mendapatkan asuransi. Fungsi pengawasan budidaya perikanan juga menjadi salah satu yang diawasi.
Lebih lanjut, ada jalan panjang yang harus dilalui para nelayan Rupat untuk mencapai kesejahteraan. Hanya semenjak BRI masuk ke Pulau Rupat dengan program Kredit Usaha Rakyat atau KUR, pelan-pelan nelayan mulai merasakan manfaatnya.
"Program yang sudah berjalan di Rupat Utara khususnya yang sudah beberapa kali yang saya pernah ikut, sosialisasi berkaitan dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kami lihat agaknya masyarakat memanfaatkan itu terutama untuk nelayan," terang Rais.
Hanya harus diakui, hadirnya program KUR oleh BRI itu belum dimanfaatkan oleh seluruh nelayan di Pulau Rupat. Hanya nelayan yang cukup mapan saja yang telah mengambilnya.
"Persentase nelayan sendiri kalau dibanding petani sawit lebih banyak itu pemanfaatnya, nelayan yang agak mampu, agak menengah itu yang memanfaatkan itu. Memang nelayan yang kecil itu kayaknya kurang berani untuk meminjam itu. Kalau ada teknis pembayarannya yang lebih bisa meringankan, mungkin" ujarnya.
Selain itu, Rais juga memiliki harapan bagi BRI di Rupat Utara. Tak hanya dirinya, tapi juga harapan dari banyak masyarakat dan nelayan di sana.
"Kalau bisa request memang ATM, cabang atau teras kayaknya dibutuhkan di Rupat Utara ini. Sekarang harus menggunakan BRILink memudahkan masyarakat juga, tapi masyarakat dengan Rp 20-30 ribu. Menarik uang dari BRILink kan ada administrasi yang harus dibayar ke pemilik itu. BRI hampir semua lah, banyak nelayan yang memakai BRI," tutup Rais.
Program Tapal Batas mengulas mengenai perkembangan infrastruktur, ekonomi, hingga wisata di beberapa wilayah terdepan khususnya di masa pandemi. Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus berita tentang Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!
(mul/ega)