Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan kajian Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) terkait vaksin COVID-19 dari perusahaan farmasi Sinovac asal China telah selesai. Selanjutnya kajian tersebut diserahkan ke MUI untuk dibuatkan sertifikasi halal.
"Ibu-Bapak sekalian perkembangan terakhir dari persyaratan halal Sinovac dilaporkan bahwa kajian BJPH Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal dan LPPOM MUI atau lembaga pengkajian pangan obat-obatan dan kosmetik Majelis Ulama Indonesia telah selesai dan telah disampaikan untuk pembuatan fatwa dan sertifikasi halal untuk oleh MUI atau Majelis Ulama Indonesia," kata Muhadjir dalam konferensi pers virtual, Senin (7/12/2020).
Muhadjir lantas berbicara mengenai kaidah fikih. Menurut Muhadjir, vaksin ini termasuk dalam kategori kaidah fikih yang artinya sesuatu yang darurat itu harus dihilangkan apa pun caranya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seandainya ya mohon maaf ini, tidak ada satu pun vaksin di dunia ini yang berstatus halal, maka bukan berarti tidak boleh dipakai. Jadi walaupun statusnya itu tidak halal, kalau dimaksudkan untuk menghindari darurat, kegawatdaruratan, maka itu wajib bukan hanya boleh, wajib digunakan. Karena kematian, kedaruratan itu harus disingkirkan menurut hukum agama. Tapi, kalau memang ada vaksin yang berstatus halal, maka itu harus lebih dipilih," ujar Muhadjir.
Muhadjir mengatakan tujuan vaksinasi ini untuk menurunkan angka kematian akibat COVID-19. Selain itu, vaksin bertujuan mencapai kekebalan kelompok dan melindungi kesehatan masyarakat dari ancaman COVID-19.
"Ketiga adalah melindungi dan memperkuat sistem kesehatan secara keseluruhan. Terakhir adalah mendorong produktivitas ekonomi dan meminimalisir dampak negatif dari akibat menurunnya atau terjadinya hibernasi ekonomi di Indonesia atau di negara kita," ujar Muhadjir.
Muhadjir lalu membeberkan prioritas vaksinasi COVID-19. Petugas medis dan petugas nonmedis termasuk TNI dan Polri menjadi kelompok pertama yang divaksinasi.
"Yang kedua adalah kelompok risiko tinggi (high risk), yaitu kelompok pekerja termasuk di dalamnya para pedagang pasar, pelayan toko atau pramuniaga dan juga mereka yang bekerja di sektor-sektor perusahaan industri, para karyawan, dan para pegawainya. Itulah yang akan menjadikan yang akan dilakukan vaksinasi prioritas. Kemudian termasuk mereka yang melakukan contact tracing kelompok disebut dari keluarga dan kontak kasus COVID-19. Terakhir adalah administrator pemerintah yang terlibat dalam memberikan layanan publik," beber dia.
(knv/gbr)