Mensos Juliari Tersangka Korupsi, ICW Minta Program Bansos COVID Dibenahi

Mensos Juliari Tersangka Korupsi, ICW Minta Program Bansos COVID Dibenahi

Farih Maulana Sidik - detikNews
Senin, 07 Des 2020 12:39 WIB
Peneliti ICW Divisi Korupsi Politik Almas Syafrina (Zunita Amalia Putri/detikcom)
Foto: Peneliti ICW Almas Syafrina (Zunita Amalia Putri/detikcom)
Jakarta -

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pengungkapan perkara korupsi yang menjerat Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara sebagai momentum pemerintah memperbaiki program bansos COVID-19. ICW meminta agar pemerintah memperbaiki Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) terkait penanganan COVID-19.

Peneliti ICW Almas Sjafrina mengatakan sejak awal telah memetakan potensi masalah dalam program bansos COVID tersebut. Masalah tersebut setidaknya terkait PBJ yang dilakukan dengan metode penunjukan langsung dan distribusinya.

"Terkait bansos, masalah distribusi misalnya adanya pemotongan, pungutan liar, inclusion dan exclusion error akibat pendataan yang tidak update, hingga politisasi," kata Almas, kepada wartawan, Senin (7/12/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Salah satu dorongan kami adalah dengan membuat PBJ direncanakan serta dikelola secara transparan, misalnya menginformasikan perencanaan pengadaan di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) dan mempublikasikan realisasi pengadaan," imbuh Almas.

Dengan begitu, kata dia, publik dapat mengawasi apakah pengadaan dilakukan dengan mematuhi ketentuan pengadaan atau tidak. Menurutnya, kondisi darurat pada dasarnya bukan alasan untuk kemudian menutup informasi dan melakukan pengadaan di ruang gelap. Sebab. menurutnya, pengadaan darurat mempunyai potensi terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme yang cukup tinggi.

ADVERTISEMENT

Almas mengungkap setidaknya terdapat empat masalah utama terkait dengan PBJ di tengah COVID-19. Masalah pertama, kata Almas, pemetaan atau identifikasi kebutuhan yang tidak berdasarkan kebutuhan lapangan. Kedua, terkait soal proses penunjukan vendor.

"Kedua, terjadi jual beli penunjukan penyedia dan Surat Perintah Kerja (SPK) dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Hal ini mengakibatkan penunjukan penyedia tidak sesuai dengan ketentuan penunjukan penyedia dalam keadaan darurat, yaitu penyedia yang telah berpengalaman atau pernah menyediakan barang sejenis di instansi pemerintah atau penyedia dalam e-katalog. Penunjukan penyedia kemudian didasarkan suap atau adanya konflik kepentingan yang membawa keuntungan baik untuk PPK maupun pejabat terkait," jelasnya.

Ketiga, terkait potensi penyedia yang ditunjuk oleh PPK hanya penyedia yang mempunyai modal dan kemudian melakukan sub con pekerjaan utama kepada pihak atau perusahaan lain. Almas menilai hal itu bisa menimbulkan pemahalan harga tak wajar atau mark up. Fenomena ini tak hanya potensial terjadi dalam pengadaan darurat, melainkan telah umum terjadi dalam PBJ kondisi normal.

"Keempat, melakukan pelunasan pembayaran padahal penyedia belum menyelesaikan pekerjaan atau belum dilakukan pemeriksaan yang memadai terhadap hasil pekerjaan," katanya.

ICW mendesak kasus itu diusut tuntas. Simak selengkapnya di halaman berikutnya>>>

Almas menduga praktik penerimaan suap ini bukan pertama kali terjadi pada pengadaan bansos sembako Covid-19 saat ini. Menurutnya, KPK perlu menelusuri dugaan terjadinya praktik serupa dalam pengadaan bansos sembako sebelum-sebelumnya.

"Bahkan, praktek penerimaan suap dari penyedia PBJ juga terjadi tak hanya terkait pengadaan bansos, melainkankan juga pengadaan penanganan COVID-19 lainnya di kementerian/ lembaga lain dan pemerintah daerah," ujarnya.

Berikut empat tuntutan ICW terkait kasus dugaan suap menjerat Juliari Batubara:

1. KPK menelusuri pihak lain yang berpotensi terlibat atau menerima aliran dana hasil suap atau penerimaan hadiah;
2. KPK menelusuri kemungkinan PPK, Menteri Sosial, dan pejabat lain di Kemensos juga menerima suap pada pengadaan paket sembako sebelum-sebelumnya, mengingat bansos sembako COVID-19 telah diadakan sejak April 2020. Diduga praktik serupa telah terjadi sejak lama;
3. KPK menelusuri terjadinya praktik korupsi PBJ serupa di kementerian/ lembaga lain yang juga menangani PBJ penanganan COVID-19;
4. Kemensos dan kementerian/ lembaga lain serta pemerintah daerah terbuka dalam PBJ penanganan COVID-19, khususnya terkait rencana, realisasi, dan distribusi pengadaan.

Seperti diketahui, Juliari Batubara dijerat KPK dalam kasus dugaan suap bantuan sosial Corona. Ia dijerat bersama 4 orang lainnya, yaitu Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian IM, dan Harry Sidabuke. Dua nama awal merupakan pejabat pembuat komitmen atau PPK di Kemensos, sedangkan 2 nama selanjutnya adalah pihak swasta sebagai vendor dari pengadaan bansos.

KPK menduga Juliari menerima jatah Rp 10 ribu dari setiap paket sembako senilai Rp 300 ribu per paket. Total setidaknya KPK menduga Juliari Batubara sudah menerima Rp 8,2 miliar dan Rp 8,8 miliar.

"Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee kurang-lebih sebesar Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS (Matheus Joko Santoso) kepada JPB (Juliari Peter Batubara) melalui AW (Adi Wahyono) dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar," ucap Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers sebelumnya.

"Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB," imbuh Firli.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads