Juliari Batubara telah mengenakan rompi tahanan warna oranye, tangannya pun terborgol, dengan wajah menghadap ke tembok di mana logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terpampang. Menteri Sosial (Mensos) pemilik nama lengkap Juliari Peter Batubara itu diduga menerima jatah untuk setiap sembako sebagai bansos penanganan COVID-19 di wilayah Jabodetabek.
"Atas nama JPB (Juliari Peter Batubara) dilakukan penahanan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur," ujar Firli Bahuri sebagai Ketua KPK dalam konferensi pers penahanan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu (6/12/2020).
Juliari sebelumnya menyerahkan diri pada pukul 02.50 WIB dini hari tadi. Namanya disebut KPK sebagai tersangka usai operasi tangkap tangan (OTT). Selain Juliari ada seorang lagi bernama Adi Wahyono yang juga menyerahkan diri dan berlanjut dengan penahanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya ada 3 orang yang lebih dulu ditahan dengan status tersangka yaitu Matheus Joko Santoso, Ardian IM, dan Harry Sidabuke. Matheus dan Adi merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kementerian Sosial (Kemensos. Sedangkan 2 nama lainnya yaitu Ardian dan Harry berasal dari swasta sebagai pemberi suap.
Konstruksi Kasus
Adanya pandemi COVID-19 ini membuat Kemensos mengadakan paket sembako senilai Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak yang dilaksanakan dalam 2 periode. Mensos Juliari Batubara lantas menunjuk Matheus Joko Santoso alias MJS dan seorang lagi bernama Adi Wahyono alias AW sebagai PPK.
"Saudara JPB selaku Menteri Sosial MJS dan AW sebagai PPK dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS," kata Firli.
"Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket bantuan sosial," imbuhnya.
Dari situ KPK menduga Juliari Batubara menerima Rp 17 miliar. Penjelasan di halaman berikutnya.
Total Uang Diduga untuk Juliari Rp 17 M
Lalu dari bulan Mei hingga November 2020 dibuatlah kontrak pekerjaan dengan sejumlah penyedia sebagai rekanan di antaranya Ardian IM, Harry Sidabuke, serta PT Rajawali Parama Indonesia (PT RPI) yang diduga milik Matheus Joko Santoso sendiri. Penunjukan PT RPI ini diduga diketahui Juliari Batubara sebagai Mensos dan disetujui Adi Wahyono.
"Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee kurang lebih sebesar Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada JPB melalui AW dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar," ucap Firli.
Uang itu lantas dikelola Eko alias EK dan Shelvy N yang disebut sebagai orang kepercayaan Mensos Juliari Batubara. Uang itu disebut KPK digunakan untuk keperluan pribadi Juliari Batubara.
"Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB," imbuh Firli.
Mensos Juliari Batubara disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Lalu, Joko Santoso dan Adi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan tersangka pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.