Musyawarah Nasional X Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi momentum Komisi Fatwa menggelar sidang fatwa. Terdapat empat fatwa bahasan sekaligus tentang haji dan satu fatwa terkait human diploid cell atau sel diploid manusia. Ini diduga terkait kehalalan vaksin.
Empat fatwa ini merupakan pertanyaan yang diajukan (istifta') Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) dan Kementerian Kesehatan. Pimpinan Sidang Komisi C Munas X MUI 2020, KH Sholahuddin Al Aiyub, menjelaskan empat fatwa terkait haji itu terdiri dari Fatwa Masker Bagi yang sedang Ihram, Fatwa Pendaftaran Haji saat Usia Dini, Fatwa Pembayaran Setoran Awal Haji dengan Utang dan Pembiayaan, serta Fatwa Penundaan Pendaftaran Haji bagi yang Sudah Mampu.
"Ada 4 fatwa sekaligus yang terkait dengan haji," kata dia dalam Sidang Pleno Agenda Komisi di arena Munas X MUI, di Hotel Century, Jakarta, Kamis (26/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan tata cara manasik haji dalam kondisi COVID-19 ini menimbulkan pertanyaan. Ketika haji terjadi kerumunan, bagaimana tetap menjaga protokol kesehatan perlu dipastikan, seperti penggunaan masker. Padahal dalam kondisi sedang berihram, hukum menutup wajah tidak diperbolehkan.
"Begitu juga untuk perempuan, dia itu syaratnya harus membuka penutup mukanya, dalam konteks seperti ini (pandemi COVID-19), dalam hal pelaksanaan aturan terkait manasik," ujarnya.
Sementara itu, kata dia, fatwa tentang haji kedua adalah terkait rencana pendaftaran haji oleh haji muda. Idenya bagaimana agar dengan antrean haji yang semakin lama bisa diantisipasi dengan pendaftaran di usia dini. Jadi, meskipun antrean lama, seorang muslim masih berkesempatan menjalankan ibadah haji.
"Mungkin ketika masih muda belum memiliki istithaah (kemampuan), sedangkan ketika mereka sudah mampu, umurnya sudah agak uzur. Ditambah lagi dengan problem semakin panjangnya antrean sehingga waktu berangkat kondisinya sudah sepuh. Bagaimana agar pendaftarannya dimulai sejak usia kecil?" kata wakil sekjen bidang fatwa MUI periode 2015-2020 ini.
Dia menjelaskan, fatwa ketiga terkait Pembayaran Setoran Awal Haji dengan Utang dan Pembiayaan muncul karena banyaknya umat yang tidak memiliki dana likuid berlebih. Dana likuid itu dibutuhkan untuk pendaftaran haji. Sementara masyarakat umumnya cenderung memiliki aset dalam bentuk tanah maupun sejenisnya.
"Boleh atau tidak menggunakan dana talangan haji. Ini diungkit kembali dana talangan haji. Kebijakan Kementerian Agama dalam hal ini tidak membolehkan, ini mustafti (pemohon pertanyaan fatwa)-nya adalah BPKH," ujar dia.
Tonton juga video 'Ma'ruf Amin: Ormas Islam Harus Sesuai dengan Tujuan MUI':