Terdakwa Pinangki Sirna Malasari menangis di tengah persidangan kasus suap fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra. Dalam sidang itu, ia duduk sebagai terdakwa. Tangis Pinangki disusul kata maaf dari bibirnya.
Pinangki meminta maaf kepada Anita Dewi Anggraeni Kolopaking. Pinangki meminta maaf karena telah mengenalkan Anita kepada Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
"Pada prinsipnya keterangan saksi benar, baru bertemu selama Maret, mohon maaf kalau ada salah," kata Pinangki sambil terisak dalam sidang di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Rabu (25/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pinangki mengaku bersahabat dengan Anita. Dia mengaku saat itu mengenalkan Anita kepada Djoko Tjandra sebagai balas budi karena Anita kerap memberikan pekerjaan sambilan kepada Pinangki.
"Kita bersahabat, lalu bertengkar, ketemu di sini, saya menunjuk Bu Anita karena beliau sering kasih saya kerjaan. Waktu Djoko Tjandra minta lawyer, saya langsung ingat beliau, karena sering kasih saya job pelatihan, workshop, dan saya tidak pernah berikan sesuatu ke beliau," kata Pinangki.
Pinangki juga menanggapi kesaksian Anita yang mengaku tidak tahu tentang pembayaran perjalanan ke Kuala Lumpur, Malaysia, menemui Djoko Tjandra. Pinangki mengatakan, saat keberangkatan 19 November 2019 itu, dibayar oleh Rahmat dan saat 25 November 2019 itu dibayar oleh Pinangki.
Simak video 'Saksi Sebut Andi Irfan Bersama Pinangki-Anita Pernah Terbang ke Malaysia':
Simak kelanjutannya di halaman berikutnya >>>>
Kemudian, Pinangki juga menyinggung soal jual-beli berlian dengan Anita. Menurutnya, uang USD 50 ribu yang dia berikan ke Anita itu berkaitan dengan jual-beli berlian.
"Masalah USD 50 ribu Ibu Anita mungkin lupa, kami ada beberapa transaksi beliau jual berlian, jual cincin berlian ke saya," kata Pinangki
Namun Anita tetap pada keterangannya. Anita membenarkan adanya transaksi jual-beli berlian yang nilainya sekitar Rp 1,5 miliar, tapi tak berkaitan dengan USD 50 ribu.
Pinangki didakwa menerima suap USD 500 ribu dari USD 1 juta yang dijanjikan oleh Djoko Tjandra. Uang suap itu diterima Pinangki untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung (Kejagung) agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK (Peninjauan Kembali) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi sehingga Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman pidana.
Putusan PK itu berkaitan dengan perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Saat itu Pinangki menjabat jaksa di Kejagung.
Pinangki didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) subsider Pasal 11 UU Tipikor. Pinangki juga didakwa Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencucian uang serta didakwa terkait pemufakatan jahat pada Pasal 15 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 juncto Pasal 13 UU Tipikor.