Situasi di sejumlah daerah semakin panas akibat maraknya aksi penolakan terhadap petinggi Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab (HRS). Tak jarang, aksi tersebut menimbulkan kerumunan massa. Lantas bagaimana Polri menyikapi hal ini?
"Tentunya Polri tetap pada koridor tugas pokok dan fungsinya sebagai pelayan, pelindung, dan pengayom masyarakat. Di samping itu, memang kita juga sebagai penegak hukum, di sana juga ada menekankan bahwasanya tugas Polri salah satunya adalah memelihara kamtibmas," kata Karo Penmas Brigjen Awi Setiyono di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (25/11/2020).
Awi pun menyebut situasi ini merupakan bagian dari dinamika yang ada di lapangan. Karena itu, Polri menyerahkan kepada kepolisian daerah untuk menangani setiap permasalahan yang terjadi di wilayahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, kalau dinamika-dinamika yang ada di lapangan, tentunya para kepala satuan wilayah, kapolda, kapolres, itu kemudian akan menyikapi hal tersebut," sebutnya.
Tak hanya berfungsi dalam hal pengamanan, Awi juga menyerukan agar polisi juga memastikan penerapan protokol kesehatan jika terjadi aksi di lapangan. Hal ini, sebut Awi, sesuai dengan Inpres Nomor 6 Tahun 2020 dan Surat Telegram yang dikeluarkan Kapolri Jendral Idham Azis.
"Mulai dari pengamanan, hal-hal terkait dengan pelanggaran protokol kesehatan, tentunya itu juga kita lakukan secara bertahap. Mulai pengawasan, patroli, penertiban bagi orang-orang yang melanggar protokol kesehatan dan tentunya langkah yang terakhir penegakan hukum seperti apa yang disampaikan, diamanatkan oleh Inpres Nomor 6 Tahun 2020, terkait dengan kerumunan-kerumunan, pimpinan Polri beberapa kali sudah saya sampaikan bahwasanya sudah mengeluarkan surat telegram yang sudah tegas menyampaikan bahwasanya, kalau ada kerumunan untuk dibubarkan, jangan sampai terjadi klaster COVID-19 yang baru, itu dengan jelas," ungkapnya.
Upaya-upaya ini dilakukan Polri untuk mengantisipasi kerumunan massa yang mungkin terjadi jika ada aksi penolakan. Merujuk pada Surat Telegram Kapolri, Awi mengingatkan kepada jajarannya agar tak segan-segan membubarkan kerumunan massa.
"Dan ini semua tentunya kita dorong untuk pimpinan wilayah untuk memberikan penilaian sendiri, punishment, kapan dia harus preemtif, kapan dia harus preventif, kapan dia harus operasi melakukan penegakan hukum. Tataran sudah ada, undang-undang sudah jelas, sampai perda, termasuk kita juga mempertimbangkan kearifan lokal. Tentunya semua keputusan kita serahkan kepada kasatwil," ujarnya.
Daerah mana saja yang pernah melakukan aksi menolak Habib Rizieq? Baca di halaman selanjutnya
Diberitakan sebelumnya, aksi penolakan terhadap petinggi Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab (HRS) berlangsung di sejumlah daerah. Mulai Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, hingga Banten.
Misalnya di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Setelah dibubarkan polisi karena tak berizin, peserta aksi melarung poster bergambar Habib Rizieq ke sungai.
Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Kendal itu menggelar aksi demo di Alun-alun Kendal, Selasa (24/11).
Wakapolres Kendal Kompol Sumiarta mengatakan aksi demo tolak Habib Rizieq itu dibubarkan karena tidak memiliki izin maupun pemberitahuan kepada kepolisian. Pembubaran aksi juga dilakukan untuk mencegah timbulnya klaster baru virus Corona atau COVID-19.
"Aksi demo penolakan HRS memang kami bubarkan karena aksi tersebut tidak berizin atau tidak ada pemberitahuan sama sekali kepada kepolisian. Kami juga berusaha mencegah agar tidak timbul klaster baru dalam demo ini," kata Sumiarta saat ditemui di Alun-alun Kendal, Selasa (24/11).
Aksi penolakan terhadap kedatangan HRS lainnya terjadi di Surabaya, Jawa Timur. Adu pukul mewarnai aksi damai Arek Suroboyo tolak FPI. Massa aksi dan massa yang tak dikenal adu jotos karena spanduk yang dicopot.
Adu pukul antara massa Arek Suroboyo tolak FPI dan orang tak dikenal mewarnai aksi damai yang digelar di seberang Gedung Grahadi, Jalan Gubernur Suryo. Akibatnya, beberapa orang mengalami luka dan berdarah-darah.