Kejaksaan Agung (Kejagung) disebut seharusnya mengetahui ketika status red notice Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra akan habis pada Januari 2019. Saat itu memang Djoko Tjandra masih diburu karena kabur ke luar negeri sejak 2009 dengan status terpidana perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Perihal itu disampaikan Brigjen Nugroho Slamet Wibowo saat bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dia duduk sebagai saksi untuk terdakwa Tommy Sumardi.
Menurut Nugroho, saat itu ada surat peringatan red notice Djoko Tjandra dari Interpol pusat di Lyon, Prancis yang diterima via email oleh Kabag Kominter NCB Interpol Bartholomeus Made Oka Pramono. Nugroho mengatakan Kejagung sebagai pihak yang meminta status red notice itu pada 2009 seharusnya tahu akan hal itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau menurut aturan, diinformasikan kembali kepada yang meminta dan 2019 itu informasi itu sudah diketahui (Kejagung)," ujar Nugroho dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Selasa (24/11/2020).
Nugroho yang merupakan mantan Sekretaris NCB Interpol itu mengatakan ada semacam Memorandum of Understanding (MoU) antara Kejagung dan Polri terkait NCB Interpol. Melalui kesepakatan itu, menurut Nugroho, Kejagung bisa tahu soal status red notice buron melalui sistem yang dibangun dari kesepakatan itu.
"Kejaksaan dapat mirroring system. Jadi 2019 itu MoU Kejaksaan dan Polri masih berlaku," kata Nugroho.
"Dari MoU tersebut si peminta (Kejagung) juga memiliki sistem untuk melihat saja, melalui i27 Kejaksaan juga mendapatkan informasi tersebut," imbuhnya.
Namun Nugroho tidak mengetahui apakah NCB Interpol tetap melakukan konfirmasi ke Kejagung terkait peringatan tersebut karena saat itu belum menjabat Ses NCB Interpol. Menurutnya, NCB Interpol tetap harus melaporkan
"Apabila dia tidak memiliki sistem maka ada semacam MoU atau pernyataan dia harus memberitahukan," kata Nugroho.
Dalam persidangan ini Tommy Sumardi didakwa bersama-sama Djoko Tjandra memberikan suap ke Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo. Tommy diduga memberikan SGD 200 ribu dan USD 270 ribu kepada Irjen Napoleon dan USD 150 ribu kepada Brigjen Prasetijo. Jaksa menyebut uang itu berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol dan penghapusan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).
Simak juga video 'Ahli Pidana: Harus Ada Aslinya Buat Buktikan Surat Jalan Palsu Djoko Tjandra':