Mendikbud Nadiem Makarim mengizinkan sekolah menggelar kegiatan belajar mengajar tatap muka dengan penerapan protokol kesehatan ketat. Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Cilegon, Ismatullah, menyoroti lambatnya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Menurutnya, dana BOS sering terlambat turun ke sekolah. Keterlambatan itu menghambat pengadaan alat pendukung protokol kesehatan seperti hand sanitizer, masker, dan alat pelindung diri.
"Kemendukbud ada yang lupa dengan tatap muka dana BOS turun lebih awal tidak seperti biasanya, itu posisi di situ Kemendikbud lupa kalau anggaran seperti biasa terlambat masa beli pisang goreng utang mulu," kata Ismat saat dikonfirmasi, Senin (23/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seringnya dana BOS terlambat memungkinkan tidak terjadinya penyeragaman ketersediaan fasilitas penunjang protokol kesehatan. Akibatnya, ada beberapa sekolah yang tidak bisa menyediakan tempat cuci tangan di banyak titik lingkungan sekolah.
"Kalau kita dari Dindik sudah berupaya semaksimal mungkin segala sesuatunya dari awal sejak new normal tapi kesempurnaan ini tidak mungkin ini tidak lakukan kalau semua sekolah memiliki kelengkapan serupa, ketika misalnya tempat cuci tangan ada kerannya. Giliran airnya dicoba nggak keluar itu kan artinya fasilitas yang tidak bisa saya atur dan bisa jadikan patokan semua sekolah sama," ujarnya.
Sejauh ini, Dindik Cilegon telah mempersiapkan sarana penunjang untuk menerapkan sekolah tatap muka. Persiapan itu sudah dilakukan sejak new normal berlaku.
Makanya awal kita berinisiatif uji coba tatap muka, berjalan nggak nih protokol COVID. Kalau pun Januari dibuka tapi saya pengen waktu itu uji coba dulu, karena tahun depan kan beda cerita anggarannya bisa ada lagi," kata dia.
Mendikbud Nadiem memutuskan pembelajaran boleh digelar tatap muka di sekolah. Apa saja pertimbangannya?
Sebelumnya, Mendikbud mengeluarkan kebijakan terkait sekolah tatap muka di tengah pandemi. Nadiem kini memperbolehkan pembelajaran tatap muka di sekolah mulai 2020/2021.
"Pemerintah pada hari ini melakukan penyesuaian kebijakan untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah, kanwil atau kantor Kemenag untuk menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah di bawah kewenangannya," kata Nadiem Makarim dalam siaran YouTube Kemendikbud RI, Jumat (20/11).
Nadiem menyebut pihaknya sudah mengevaluasi hasil SKB empat menteri sebelumnya. Nadiem melihat situasi hari ini bahwa hanya 13 persen sekolah yang melakukan pembelajaran tatap muka dan sebesar 87 persen masih belajar dari rumah.
Nadiem menegaskan sekolah pembelajaran jarak jauh atau PJJ punya dampak negatif terhadap siswa maupun orang tua. Dampak itu termasuk psikososial.
"Mulai Januari 2021, ada tiga pihak yang menentukan apakah sekolah itu boleh dibuka atau tidak. Yang pertama adalah pemdanya sendiri, pemda atau dalam situasi yang lain kanwil atau kantor Kemenag," ucap Nadiem.