Mendagri Tito Karnavian menerbitkan instruksi penegakan protokol kesehatan (prokes) kepada kepala daerah untuk mengendalikan COVID-19. Kepala daerah diminta konsisten menegakan protokol kesehatan, Tito mengingatkan ada sanksi pemberhentian jika melakukan pelanggaran.
Hal tersebut awalnya disampaikan Tito di DPR saat melakukan rapat bersama Komisi II DPR, Rabu (18/11/2020). Adapun instruksi tersebut tertuang dalam Instruksi Mendagri nomor 6 tahun 2020 tentang penegakan protokol kesehatan untuk pengendalian penyebaran COVID-19.
Instruksi Mendagri tersebut dikeluarkan sebagai respon atas perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta konsistensi kepatuhan protokol COVID-19 dan mengutamakan keselamatan rakyat. Hal tersebut merespon terjadinya kerumunan massa di daerah akhir-akhir ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berkaitan dengan beberapa daerah yang terjadi kerumunan besar akhir-akhir ini dan seolah tidak mampu menanganinya, maka hari ini saya keluarkan instruksi Mendagri tentang penegakan prokes. Di sini menindaklanjuti arahan Presiden pada Senin lalu untuk menegaskan konsistensi kepatuhan (pencegahan) COVID-19 dan mengutamakan keselamatan rakyat," kata Tito.
Instruksi Mendagri akan dibagikan kepada seluruh daerah. Tito mengingatkan sanksi pemberhentian kepala daerah jika melanggar ketentuan.
"Saya sampaikan kepada gubernur, bupati, dan wali kota untuk mengindahkan instruksi ini karena ada risiko menurut UU. Kalau UU dilanggar, dapat dilakukan pemberhentian. Ini akan saya bagikan, hari ini akan saya tanda tangani dan saya sampaikan ke seluruh daerah," ujar Tito.
Tito meminta seluruh kepala daerah menaati segala peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
"Kalau kita lihat UU No 12 Tahun 2012 yang diubah jadi UU No 15 Tahun 2019 tentang apa peraturan perundang-undangan, di antaranya termasuk peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, itu termasuk ketentuan peraturan perundang-undangan dan, kalau itu dilanggar, sanksinya dapat diberhentikan sesuai dengan Pasal 78," ujar Tito.
Mendagri juga meminta kepala daerah mengutamakan pencegahan COVID-19. Klik halaman selanjutnya:
Tito meminta kepala daerah menegakkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat, termasuk aturan tentang pembatasan sosial.
"Yang dimaksud PSBB adalah mencegah kerumunan masyarakat berskala besar. Oleh karena itu, karena ini sudah diatur dalam satu set peraturan perundang-undangan, saya instruksikan ke gubernur dan wali kota untuk menegakkan secara konsisten prokes guna mencegah penyebaran COVID," lanjut Tito.
Tito menilai langkah proaktif diperlukan untuk menegakkan protokol kesehatan. Dia menyebut mencegah di awal lebih baik daripada menindak.
"Lakukan langkah proaktif, tidak hanya responsif reaktif, karena mencegah lebih baik daripada menindak," tuturnya.
"Mencegah dapat dilakukan secara humanis termasuk dengan membubarkan kerumunan secara tegas dan terukur. Saya meminta kepala daerah untuk menjadi teladan mematuhi prokes, termasuk tidak ikut dam kerumunan yang berpotensi melanggar prokes," ujar Tito.Pencegahan itu, disebut Tito, termasuk membubarkan kerumunan massa, termasuk tidak mengikuti kerumunan massa. Dia meminta kepala daerah memberikan contoh kepada masyarakat.
Mendagri juga meminta supaya kepala daerah melakukan langkah proaktif untuk mencegah penularan COVID-19, dan melakukan penindakan. Berikut di halaman selanjutnya.
Proaktif Cegah Penularan, Penindakan Secara Tegas Upaya Terakhir
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mendorong kepala daerah mengutamakan upaya pencegahan COVID-19 di daerah masing-masing. Pembubaran kerumunan bisa dilakukan, tetapi sebagai langkah terakhir.
Hal tersebut diatur dalam Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran COVID-19 yang diteken pada Rabu (18/11/2020). Dalam diktum kedua, Mendagri meminta kepala daerah melakukan langkah-langkah proaktif untuk mencegah penularan COVID-19 dan tidak hanya bertindak responsif/reaktif.
"Melakukan langkah-langkah proaktif untuk mencegah penularan COVID-19 dan tidak hanya bertindak responsif/reaktif. Mencegah lebih baik daripada menindak. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara humanis dan penindakan termasuk pembubaran kerumunan dilakukan secara tegas dan terukur sebagai upaya terakhir," tulis diktum kedua Instruksi Mendagri.
Tito juga menginstruksikan kepala daerah sebagai pemimpin tertinggi pemerintah di daerah masing-masing harus menjadi teladan bagi masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan COVID-19, termasuk tidak ikut dalam kerumunan.
"Kepala daerah sebagai pemimpin tertinggi pemerintah di daerah masing-masing harus menjadi teladan bagi masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan COVID-19, termasuk tidak ikut dalam kerumunan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan," tulis diktum ketiga Instruksi Mendagri.
Kepala daerah juga diingatkan soal sanksi yang menanti jika melanggar. Apa isinya?
Ketentuan soal sanksi adalah sebagai berikut:
KEEMPAT: Bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, diingatkan kepada kepala daerah tentang kewajiban dan sanksi bagi kepala daerah sebagai berikut:
a. Pasal 67 huruf b yang berbunyi: "menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan"
b. Pasal 78:
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:
a. meninggal dunia
b. permintaan sendiri
c. diberhentikan.
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatannya;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah;
d. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;
e. melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j;
f. melakukan perbuatan tercela;
g. diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan;
h. menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau
i. mendapatkan sanksi pemberhentian.
KELIMA: Berdasarkan instruksi pada Diktum KEEMPAT, kepala daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi pemberhentian.
"Instruksi Menteri ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan," tulis diktum keenam.
Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta Mendagri Tito Karnavian menegur kepala daerah yang tidak melaksanakan protokol kesehatan COVID-19. Jokowi tidak ingin justru kepala daerah ikut berkerumun.
"Saya juga minta Kepada Menteri Dalam Negeri untuk mengingatkan, kalau perlu menegur, kepala daerah baik gubernur, bupati, maupun wali kota untuk bisa memberikan contoh-contoh yang baik kepada masyarakat, jangan malah ikut berkerumun," kata Jokowi dalam rapat terbatas penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional, dikutip dari rilis Sekretariat Presiden, Senin (16/11).
Kepada para aparat, Jokowi meminta Kapolri, Panglima TNI, dan Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menindak secara tegas apabila ada pihak-pihak yang melanggar pembatasan-pembatasan yang sebelumnya telah ditetapkan.
"Jadi jangan hanya sekadar imbauan, tapi harus diikuti dengan pengawasan dan penegakan aturan secara konkret di lapangan," tegasnya.
Jokowi menekankan keselamatan rakyat di tengah pandemi COVID-19 saat ini merupakan hukum tertinggi. Oleh sebab itu, penegakan disiplin terhadap protokol kesehatan sudah semestinya dilakukan dengan tegas.