Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mendorong kepala daerah mengutamakan upaya pencegahan COVID-19 di daerah masing-masing. Pembubaran kerumunan bisa dilakukan, tetapi sebagai langkah terakhir.
Hal tersebut diatur dalam Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran COVID-19 yang diteken pada Rabu (18/11/2020). Dalam diktum kedua, Mendagri meminta kepala daerah melakukan langkah-langkah proaktif untuk mencegah penularan COVID-19 dan tidak hanya bertindak responsif/reaktif.
"Melakukan langkah-langkah proaktif untuk mencegah penularan COVID-19 dan tidak hanya bertindak responsif/reaktif. Mencegah lebih baik daripada menindak. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara humanis dan penindakan termasuk pembubaran kerumunan dilakukan secara tegas dan terukur sebagai upaya terakhir," tulis diktum kedua Instruksi Mendagri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tito juga menginstruksikan kepala daerah sebagai pemimpin tertinggi pemerintah di daerah masing-masing harus menjadi teladan bagi masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan COVID-19, termasuk tidak ikut dalam kerumunan.
"Kepala daerah sebagai pemimpin tertinggi pemerintah di daerah masing-masing harus menjadi teladan bagi masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan COVID-19, termasuk tidak ikut dalam kerumunan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan," tulis diktum ketiga Instruksi Mendagri.
Kepala daerah juga diingatkan soal sanksi yang menanti jika melanggar. Apa isinya?
Ketentuan soal sanksi adalah sebagai berikut:
KEEMPAT: Bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, diingatkan kepada kepala daerah tentang kewajiban dan sanksi bagi kepala daerah sebagai berikut:
a. Pasal 67 huruf b yang berbunyi: "menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan"
b. Pasal 78:
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:
a. meninggal dunia
b. permintaan sendiri
c. diberhentikan.
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatannya;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah;
d. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;
e. melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j;
f. melakukan perbuatan tercela;
g. diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan;
h. menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau
i. mendapatkan sanksi pemberhentian.
KELIMA: Berdasarkan instruksi pada Diktum KEEMPAT, kepala daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi pemberhentian.
"Instruksi Menteri ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan," tulis diktum keenam.