Sebelas prajurit TNI yang mengeroyok warga sipil bernama Jusni (24) di Tanjung Priok, Jakarta, pada Februari lalu, kini menjalani sidang pembacaan tuntutan oditur militer. Anggota Komisi I DPR RI Willy Aditya menilai kejadian tersebut mencemarkan reformasi TNI.
"Penganiayaan oleh oknum anggota TNI yang menyebabkan kematian ini mencemarkan reformasi TNI," kata Willy kepada wartawan, Rabu (18/11/2020).
Ketua DPP Partai NasDem ini menilai para pelaku pengeroyokan Jusni harus dihukum sesuai dengan ketetapan perundang-undangan yang berlaku. Menurutnya, perlu ada sanksi yang diberikan atas tindakan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Para pelakunya wajib dihukum sesuai ketentuan undang-undang. Keputusan mahkamah militer dengan menjatuhkan hukuman penjara dan pemecatan adalah langkah yang tepat," ujarnya.
Willy menilai peristiwa pengeroyokan yang dilakukan sebelas prajurit TNI tersebut menunjukkan adanya permasalahan dalam pengajaran di militer. Khususnya mengenai kurikulum korsa.
"Peristiwa penganiayaan secara bersama-sama yang kembali berulang ini memperlihatkan adanya masalah dalam 'kurikulum korsa' yang menjadi bagian pengajaran di militer," ungkapnya.
Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem ini pun meminta Panglima TNI dan KSAD memulai perubahan kurikulum dalam institusi TNI. Setidaknya Willy mengimbau agar dalam pembelajaran memasukkan pemahaman hukum dan HAM bagi para prajurit hingga di tingkat tamtama.
"Panglima TNI dan KSAD saat ini yang mengenyam banyak pendidikan umum saya kira bisa memulai perubahan kurikulum pendidikan di institusinya. Setidaknya dengan memasukkan pemahaman hukum dan HAM bagi para prajurit hingga di tingkat tamtama," ucap Willy.
Willy berharap agar kejadian serupa kasus Jusni tidak kembali terulang di masa mendatang. Nantinya, dikatakan Willy, Komisi I DPR RI akan meminta penjelasan pimpinan TNI atas peristiwa tersebut.
"Komisi I DPR akan meminta penjelasan Panglima dan KSAD melalui mekanisme pengawasan DPR, berkenaan dengan kasus ini agar tidak berulang," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti tindakan pengeroyokan hingga tewas terhadap seorang warga sipil bernama Jusni (24) oleh 11 oknum TNI AD yang terjadi Februari silam. Sebelas prajurit TNI yang mengeroyok Jusni di Tanjung Priok, Jakarta, pada Februari lalu, menjalani sidang pembacaan tuntutan oditur militer.
Ke-11 prajurit itu dituntut hukuman beragam mulai 1 hingga 2 tahun penjara dan dua di antaranya diminta dipecat dari TNI. Sidang pembacaan tuntutan dilaksanakan di Pengadilan Militer Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (17/11/2020).
Oditur militer meminta majelis hakim menyatakan sebelas terdakwa itu bersalah melakukan tindak pidana yang menyebabkan kematian. Ke-11 terdakwa itu ialah Letda Cba Oky Abriansyah NP, Letda Cba Edwin Sanjaya, Serka Endika M Nur, Sertu Junedi, Serda Erwin Ilhamsyah, Serda Galuh Pangestu, Serda Hatta Rais, Serda Mikhael Julianto Purba, Serda Prayogi Dwi Firman Hanggalih, Praka Yuska Agus Prabakti, dan Praka Albert Panghiutan Ritonga.
"Kami mohon agar majelis hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta menyatakan para terdakwa bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan secara bersama-sama yang mengakibatkan mati sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana Pasal 351 ayat 1 juncto ayat 3 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata oditur militer, Salmon Balubun.
Komandan Pusat Polisi Militer TNI AD (Danpuspomad) Letjen Dodik Widjanarko pun memastikan proses hukum terhadap 11 anggota TNI dari kesatuan Yon Bekang 4/Air itu dipastikan akan dilakukan secara transparan.
"Proses hukum terhadap tersangka oknum prajurit TNI AD pastilah akan diproses dengan baik, benar, dan transparan sesuai aturan hukumnya," ujar Letjen Dodik dalam perbincangan dengan detikcom, Selasa (17/11).