Direktur Klinik Cahaya Mentari, Sunter, Jakarta Utara (Jakut), Adhitama (37), dihukum pidana percobaan karena mempekerjakan dokter dari China secara ilegal. Adapun si dokter yang tidak bisa berbahasa Indonesia malah dihukum 9 bulan penjara.
Hal itu tertuang dalam putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta yang dilansir di website-nya, Selasa (10/11/2020). Kasus bermula saat anggota Ditkrimsus Polda Metro Jaya mendapat informasi adanya klinik ilegal di Rukan Puri Mutiara, Sunter, Tanjung Priok.
Anggota kemudian menyamar dan mendatangi klinik yang ada di sebuah ruko itu. Anggota berpura-pura menjadi pasien dengan mendaftarkan diri di resepsionis. Sebagai pasien, ia kemudian diukur denyut nadi dan ditanya keluhannya serta menjawab ada masalah dengan THT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Petugas kemudian mengarahkan pasien ke lantai 4 dan ditemui oleh petugas dan diarahkan masuk ke ruangan. Ruangannya tidak terlalu besar, berukuran sekitar 4x5 meter.
Di dalam ruangan sudah ada perempuan berbaju putih yang bertugas sebagai penerjemah, seorang lelaki berbaju putih yang menjadi dokter, dan seorang perempuan sebagai perawat.
Selama konsultasi dan pemeriksaan, semua omongan dokter itu menggunakan bahasa China dan diterjemahkan oleh perempuan yang ada di sebelahnya. Begitu juga sebaliknya. Pasien yang bertanya akan diterjemahkan oleh penerjemah dan dijawab oleh dokter dengan bahasa China.
Usai konsultasi, pasien diminta membayar Rp 9 juta apabila ingin diobati. Pasien mengaku tidak mempunyai uang sebesar itu dan meminta dituliskan resep.
Sepulangnya, pasien, yang merupakan polisi sedang menyamar, segera membuat laporan ke atasan. Penyelidikan itu kemudian diulangi sekali lagi. Pada 13 Januari 2020 siang, klinik Cahaya Mentari itu kemudian digerebek.
Simak halaman selanjutnya
Selidik punya selidik, dokter yang tidak bisa berbahasa Indonesia itu bernama Li Shengzhau. Adhitama sebagai direktur klinik ikut dimintai pertanggungjawaban dan kasus pun bergulir ke pengadilan.
Pada 6 Juli 2020 jaksa menuntut Adhitama dengan sengaja memperkerjakan dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 yaitu pimpinan atau sarana kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 80 ayat (1) Jo Pasal 42 UU tentang Praktik Kedokteran. Oleh sebab itu, jaksa menuntut Adhitama selama 6 bulan penjara.
Pada 27 Agustus 2020, PN Jakut menyatakan Adhitama bersalah, yaitu sebagai pimpinan sarana pelayanan kesehatan dengan sengaja mempekerjakan dokter yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut.
PN Jakut menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan. Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena Terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 1 (satu) tahun berakhir.
Bagaimana dengan dokter Li? Ia dihukum 9 bulan penjara. Karena ada disparitas hukuman antara Adhitama dengan Li, maka jaksa mengajukan banding. Tapi apa kata PT Jakarta?
"Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang dimintakan banding tersebut," ujar majelis yang diketuai Pontas Efendi dengan anggota Artha Theresia dan Sujatmiko.
Lalu mengapa pemilik klinik malah dihukum lebih ringan?
Pontas-Artha-Sujatmiko menyatakan pertimbangannya semata-mata dilandasi pertimbangan kemanusiaan dan kesehatan. Sebab, Adhitama berdasarkan keterangan dan diagnosa memiliki penyakit hipertensi grade II, chest discomfort, B 20 yang dikeluarkan oleh dokter pada Rumah Tahanan Negara Cipinang padal 1 April 2020.
"Maka menurut penilaian majelis hakim tingkat banding pidana percobaan bagi Terdakwa telah cukup tepat dan adil serta rasa keadilan tidak saja bagi Terdakwa tetapi juga untuk masyarakat. Lebih-lebih dalam kondisi pandemi COVID-19 saat ini, sehingga dengan demikian keberatan Penuntut Umum haruslah ditolak dan dikesampingkan," beber Pontas-Artha-Sujatmiko.