Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi (MK) melayangkan gugatan uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Pasal yang digugat berkaitan dengan masa jabatan hakim maksimal 15 tahun hingga berkaitan dengan sistem rekrutmen hakim.
"Tentu pasal yang paling berat itu berkaitan dengan jabatan hakim dan sistem rekrutmen. Di dalam Pasal 87 UU 7 tahun 2020 bahwa ada perpanjangan masa jabatan hakim konstitusi dari hingga 70 tahun hingga usia pensiun maksimal 15 tahun itu diberlakukan untuk hakim konstitusi yang selama ini menjabat," kata perwakilan Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi Violla Reininda di MK, Jakarta Pusat, Selasa (3/11/2020).
Untuk diketahui, gugatan ini resmi terdaftar dengan nomor tanda terima 2046/PAN.MK/XI/2020. Adapun pokok perkara adalah pengujian formil dan materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terhadap UUD 1945.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Violla menilai proses pembentukan UU Nomor 7 Tahun 2020 dilakukan secara tertutup dan cenderung tergesa-gesa. Pihaknya menilai pengesahan yang dilakukan di tengah pandemi COVID-19 ini memiliki kecenderungan melemahkan lembaga MK.
"Karena kita ketahui di dalam proses pembentukan undang undang yang sangat tergesa-gesa dan juga tidak melibatkan partisipasi publik, maka akan berimplikasi pada materi muatannya yang juga tidak substantif dan tidak bertujuan untuk memperkuat mahkamah konstitusi," jelasnya.
Selain itu, ia menyoroti bahwa UU Nomor 7 Tahun 2020 tak terlepas dari UU MK sebelumnya, yaitu UU Nomor 24 Tahun 2003. Atas hal ini, pihaknya turut meminta MK melakukan uji materiil dan formil terhadap UU Nomor 24 Tahun 2003.
"Undang-undang yang kami ujikan bukan hanya Undang-Undang 7 Tahun 2020 atau revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, tetapi juga Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang lama yang pertama," sebutnya.
Ini bukan kali pertama UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK digugat. Salah satu yang pernah mengajukan gugatan adalah advokat Priyanto.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya
Priyanto menggugat Pasal 87 UU MK berkaitan dengan pasal peralihan yang menyebutkan hakim konstitusi aktif saat ini bisa diperpanjang hingga 15 tahun.
"Menyatakan Pasal 87 huruf a bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai Hakim konstitusi yang saat ini menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir apabila Ketua dan Wakil Ketua MK telah diangkat berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat 3 UU ini," ujar Priyanto dalam berkas gugatan yang dilansir website MK, Senin (2/11/2020).
Selain itu, dosen FH UII Yogyakarta, Allan Fatchan, turut menggugat UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK ke MK. Allan meminta batas minimal hakim konstitusi diturunkan dari minimal 55 tahun menjadi 47 tahun.
"Menyatakan Pasal I angka 6 yang menghapus Pasal 22 UU MK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat apabila tidak dimaknai 'masa jabatan hakim konstitusi selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya'," demikian bunyi petitum Allan dalam berkas permohonannya.