Sebagai wisudawan terbaik Universitas Airlangga pada 2003, Mahmud Syaltout menjadi incaran media. Salah satunya Surya.
Koran lokal di Surabaya itu antara lain menulis, meski Mahmud menjadi aktivis kampus, ternyata kuliah lelaki kelahiran 25 November 1979 itu tak berantakan. Mahmud bahkan lulus dengan yudisium cum laude dan berniat melanjutkan kuliah ke Prancis.
"Padahal saya ya asal njeplak aja jawabnya. Mungkin pas malaikat lewat, eh malah kejadian," tutur Mahmud saat berbincang dengan detikcom, Senin (2/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya kalau ada yang membiayai, kenapa tidak," Mahmud kembali menjawab. Jawaban itu rupanya dibaca pihak Konsul Jenderal Prancis. Mahmud lalu diminta datang dan kembali diwawancarai seputar keseriusannya melanjutkan studi ke Prancis.
Dia lantas mendapat bimbingan dari Madame Fida Larue, istri Prof Michel Larue. Materinya antara lain cara membuat proposal tesis serta mengirim surat ke kampus-kampus yang diminati di Prancis. Akhirnya Sorbonne-lah yang merespons dan menerimanya untuk menempuh studi master dan kemudian berlanjut hingga doktoral.
Tesis master bidang hubungan internasional mendapat penilaian 'The Best' pada 2005. Untuk doktoral, dia menulis disertasi dengan kajian hukum, hubungan internasional, dan manajemen.
Tuntas pada 2010 dengan yudisium summa cum laude. Judulnya 'Les effect de I'OMC sur la Regionalisation en Asie de I'Est (Asean+3)'.
![]() |
Pada 2011, disertasinya itu diterbitkan oleh Paperback. "Di Amazone, buku itu dihargai USD 1.036. Siapa yang mau beli coba?" ujar Mahmud sembari tertawa.
Tonton juga video 'Emmanuel Macron Jadi 'Drakula' di Aksi Bela Nabi':
Lanjut di halaman berikutnya >>>
Salah satu materi buku tersebut membahas soal perang dan dagang di kawasan Asia. Dari kajiannya terhadap 13 peperangan yang pernah terjadi masa Perang Dingin, seperti Perang Korea, China-Vietnam, China-India, Kamboja-Vietnam, termasuk konfrontasi RI dengan Malaysia, dia menyimpulkan, "Perang ya perang, dagang oleh negara yang terlibat jalan terus," ujarnya.
Dia secara khusus menyebut Perang Korea sebagai hal menarik. Di Korea Selatan (Korsel) perdagangannya meningkat saat perang, karena saat itu Korsel, yang berada di pinggiran, oleh Jepang sudah disiapkan sebagai Lumbung Padi Nasional. "Semacam Karawangnya Korea-lah," ujarnya.
Sedangkan Korea Utara (Korut) lebih maju karena disiapkan sebagai pusat industri. "Pas perang terjadi, Korsel jualan beras ke Korut, dan Korut tak bisa dagang. Desain Korsel dan Korut itu disiapkan oleh Jepang ketika akan menginvasi China," papar Mahmud.
Hal lain yang membanggakan, dia mengklaim buku disertasinya menjadi salah materi wajib baca oleh para perwira militer di College d'enseigment Superieur de L'Armee de terre (CESAT), Seskoad-nya Prancis. Mahmud mengetahui hal itu dari jurnal CESAT. "Bila ingin memahami perang, dagang, dan penjajahan, disertasi ini harus menjadi rujukan."