Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra didakwa jaksa penuntut umum memberi suap ke jaksa dan dua jenderal Polri. Djoko Tjandra tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan itu.
"Banyak yang saya mengerti (dakwaan), tapi saya tidak setuju. Saya serahkan ke tim penasihat," ujar Djoko Tjandra setelah mendengarkan surat dakwaan dari jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Senin (2/11/2020).
Meski mengaku tidak setuju, namun Djoko Tjandra tidak mengajukan eksepsi. Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi pada Selasa 10 November 2020.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengacara Djoko Tjandra, Soesilo Aribowo lantas mengambil alih. Dia mengatakan Djoko Tjandra tidak akan mengajukan eksepsi atas dakwaan itu.
"Setelah kami diskusi, dan tim kami ambil kesimpulan, kami tidak ajukan keberatan atau eksepsi," kata Djoko.
Dalam persidangan ini, Djoko Tjandra didakwa memberikan suap senilai USD 500 ribu kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari. Uang itu diberikan dengan maksud agar Pinangki sebagai jaksa di Kejaksaan Agung (Kejagung) mengupayakan Djoko Tjandra yang saat itu menjadi buronan perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali untuk tidak dieksekusi ketika pulang ke Indonesia dengan fatwa dari Mahkamah Agung (MA).
Dakwaan kedua, jaksa mendakwa Djoko Tjandra memberi suap 2 jenderal Polri berkaitan dengan menghapus status buron Djoko Tjandra yang saat itu buron kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali. Djoko Tjandra didakwa bersama rekannya, Tommy Sumardi.
Dua jenderal itu adalah Irjen Napoleon Bonaparte yang saat itu menjabat sebagai Kadivhubinter Polri dan Brigjen Prasetijo Utomo yang saat itu menjabat Kepala Biro Kordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri.
Selain itu, jaksa juga menyebut Djoko Tjandra melakukan pemufakatan jahat bersama Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya. Jaksa mengatakan Djoko Tjandra melakukan pemufakatan jahat karena menjanjikan pemberian uang USD 10 juta ke pejabat Mahkamah Agung (MA) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) berkaitan fatwa MA.
(zak/zak)