Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Badan Geologi Kementerian ESDM memperingati satu dasawarsa letusan Gunung Merapi.
Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono mengatakan peringatan ini diharapkan bisa menjadi upaya Pemerintah dalam melakukan mitigasi dan edukasi kebencanaan geologi guna meminimalisir korban.
"Ini menjadi momentum penyadaran kolektif bagi para pihak penanggulangan bencana sekaligus ujian ketangguhan bencana bagi masyarakat yang tinggal di wilayah Kawasan Rawan Bencana. Terutama saat ini masyarakat di seluruh dunia juga tengah berada dalam situasi pandemi COVID-19," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (28/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini ia sampaikan peringatan 10 tahun letusan Gunung Merapi, Senin (26/10). Eko menjelaskan sebagai gunung api aktif, Gunung Merapi memiliki tingkat populasi pada kawasan rawan bencana yang cukup tinggi, yang dicirikan munculnya kubah lava di bagian puncak.
"Gugurnya lava akan menjadi awan panas yang merupakan material erupsi yang mematikan," ujarnya.
Meskipun menyisakan material yang cukup besar, erupsi Gunung Merapi juga memberikan pembelajaran.
"Salah satu pembelajaran yang bisa dipetik adalah mengelola atau manajemen kebencanaan dengan melibatkan banyak pihak," katanya.
Menurutnya, posisi Indonesia yang terletak di kawasan cincin api Pasifik membuat Indonesia rawan terhadap bencana. Dengan demikian, sudah seharusnya masyarakat Indonesia untuk lebih tangguh, lebih sigap dan lebih siap dalam menghadapi bencana geologi seperti erupsi gunung api, gempa bumi, tsunami, dan gerakan tanah.
"Indonesia secara geologi terbentuk akibat interaksi tiga lempeng utama, sehingga kita dianugerahi berbagai macam sumber daya di satu sisi, tetapi di sisi lain banyak juga potensi bencana yang harus kita hadapi," paparnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan mitigasi bencana geologi yang dilakukan bertujuan memberi rasa aman kepada masyarakat. Upaya itu dilakukan melalui berbagai langkah, seperti penyelidikan, penelitian, pemetaan potensi bahaya, dan tidak lanjut dengan pemantauan.
Adapun semua ini dilakukan untuk dapat memberikan peringatan dini sehingga seluruh pihak dapat lebih siap dan siaga.
Terbesar di Satu Abad Terakhir
Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), letusan Merapi 2010 merupakan yang terbesar dalam seratus tahun terakhir. Sebelumnya, terdapat juga letusan yang kurang lebih sama besarnya yang terjadi pada tahun 1872.
Terkait hal ini, Kepala PVMB Andiani memaparkan awan panas terus terjadi sejak 26 Oktober hingga 2 November 2010 dan 3 hingga 4 November 2010.
"Pada 2010, erupsi terjadi secara eksplosif dengan volume material diperkirakan lebih dari 120 juta M3, dengan suara gemuruh yang terdengar hingga kota Yogyakarta, 30 kilometer dari puncak Gunung Merapi. Ketinggian kolom awan panas letusan mencapai 17 km, diiringi awan panas guguran yang menerjang permukaan hingga jarak 15 kilometer dari puncak," paparnya.
Sementara itu Badan Geologi menjelaskan Merapi hanya satu dari 127 gunung berapi di Indonesia yang harus diawasi. Sejak abad ke-3, Indonesia mulai mencatat adanya erupsi gunung api.
Pada abad ke-15, ditemukan 17 catatan mengenai laporan aktivitas gunung api, yang kemudian diteruskan oleh pemerintahan Portugis, Belanda dan Jepang. Selanjutnya pada tahun 1920, lembaga pemantau gunung api di Indonesia secara resmi mulai didirikan.
Sebagaimana diketahui, tepat 10 tahun lalu, Gunung Merapi mengalami erupsi besar dengan indeks erupsi tertinggi (VEI) yaitu IV, dan total material ekstrusi mencapai 130 juta m3. Kolom letusan yang membumbung mencapai 17 km dan awan panas mencapai jarak 15 km ke arah Selatan menewaskan kurang lebih 400 jiwa.
Erupsi Lanjutan
Di sisi lain, Kepala BPPTKG Hanik Humaida menyatakan erupsi Gunung Merapi diperkirakan semakin dekat. Menurutnya, aktivitas vulkanik Gunung Merapi semakin intensif dengan rata-rata gempa vulkanik dangkal (VTB) sebanyak 6 kali per hari dan gempa multiphase (MP) sebanyak 83 kali per hari.
"Erupsi Merapi berikutnya sudah semakin dekat," katanya.
Ia menambahkan deformasi lewat Electronic Distance Measurement (EDM) akibat aktivitas vulkanik di Gunung Merapi juga sudah mencapai 2 cm per hari. Selain itu, pemendekan jarak EDM juga terukur dari pos-pos dan titik-titik ukur yang ada di sekeliling Merapi.
Meskipun demikian, Hanik memprediksi erupsi Gunung Merapi yang akan datang tidak akan sekuat tahun 2010. Menurutnya, erupsi gunung Merapi ini akan mirip dengan erupsi yang terjadi pada tahun 2006.
"Jadi ada tiga erupsi dengan karakter yang berbeda," jelasnya.
Oleh karena itu, Hanik kembali mengingatkan status Gunung Merapi masih Waspada karena erupsi tahun ini adalah erupsi yang terpanjang dimulai sejak bulan Mei 2018.
Hanik menjelaskan erupsi saat ini didominasi oleh gas yang sifatnya eksplosif dengan indeks 1 atau yang terendah dari maksimal 4.
"Sampai saat ini aktivitas masih berlanjut. Data-data seismisitas, deformasi, dan gas masih di atas normal," paparnya.
Terkait hal ini, Hanik berharap semua pihak dapat menyiapkan diri dalam menghadapi musibah akibat Gunung Merapi ke depan. Apalagi saat ini pandemi COVID-19 masih belum berakhir.
Ia juga mengimbau agar penanganan mitigasi yang sangat berbeda di tahun 2010 dapat menjadi pembelajaran dalam pengelolaan bencana gunung api baik dari sisi data ataupun teknis.
"Hidup harmoni dengan Merapi adalah tidak sekadar slogan. Namun sudah menjadi bagian dari pola hidup masyarakat gunung berapi," pungkasnya.
(ega/ega)