Pemerintah memutuskan Pilkada Serentak 2020 tetap digelar di tengah masa pandemi virus Corona (COVID-19). Kantor Staf Presiden (KSP) memberikan penjelasan ada/tidaknya pengaruh pilkada pada kenaikan kasus COVID-19.
Tenaga Ahli KSP Sigit Pamungkas menerangkan data dari Lindsay Maizland (2020) tentang perkembangan kasus COVID-19 di sejumlah negara setelah menggelar pemilihan umum. Melalui data tersebut, Korea melaporkan penurunan kasus COVID-19 bahkan setelah pemilihan umum diselenggarakan di negara ini, sehingga klaster pemilu tak terjadi di negara ini.
"Pada tabel ini dia mengatakan secara sederhana bahwa misalnya Korsel itu sebelum pemilihan, garis putus ini tanda hari pemilihan, sebelum pemilihan tren mereka turun. Setelah pemilihan, mereka juga trennya turun. Jadi yang dimaksud klaster pemilu di Korea Selatan ini tidak terjadi," kata Sigit dalam seminar nasional Pilkada Serentak 2020 secara virtual, Selasa (20/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut Sigit menjelaskan negara lainnya yaitu Makedonia Utara, yang memperlihatkan kurva kasus COVID-19 datar, baik sebelum maupun sesudah pemilu. Di sini Sigit kembali meyakinkan bahwa tak terjadi klaster pemilu di negara ini.
"Di Makedonia Utara ini sebelum dan setelah itu flat. Jadi pemilihan tidak, kalau memang bisa berkontribusi, itu tidak berkontribusi terhadap klaster atau perkembangan COVID," jelasnya.
Di sisi lain, sejumlah negara tetap melaporkan kenaikan kasus COVID-19 sesudah pemilu. Bahkan, sebut Sigit, di negara Trinidad dan Tobago memperlihatkan kenaikan yang cukup tajam setelah pemilu.
"Sedangkan di Trinidad dan Tobago itu, sebelum pemilihan trennya naik. Jadi, setelah pemilihan, naik. Naiknya ini itu tidak hanya dengan pemilihan itu. Karena awalnya sebelum pemilihan itu sudah naik. Artinya, bukan karena pemilihan," ucap Sigit.
Namun Sigit pun menjelaskan catatan Lindsey yang menyebut ada faktor lain yang membuat adanya kenaikan tajam terhadap kasus COVID-19 di sejumlah negara. Misalnya di Belarus, yang turut melaporkan kenaikan kasus COVID-19 pascapemilu.
"Di tabel sini mengatakan ada kenaikan tajam setelah dilakukan pemilihan, tetapi Lindsey mengatakan kenaikan tajamnya ini sebenarnya boleh jadi bukan karena pemilihan, tapi ada proses sebelum pemilihan yang mengakibatkan ada ledakan," ujarnya.
Tak hanya melalui hasil penelitian, Sigit pun mengatakan ditemukan pula kasus konfirmasi positif COVID-19 di sejumlah daerah di Indonesia yang menjangkit para penyelenggara pemilu. Namun hal ini tidak bisa membuktikan mereka terpapar ketika mereka mengerjakan aktivitas yang berkaitan dengan pemilu.
"Jadi ada yang harus diverifikasi misalnya begini, apakah penyelenggaraan pemilihan yang kemarin terpapar di Boyolali 40 sekian, (lalu) di beberapa komisioner terpapar itu dari aktivitas di pemilihan atau aktivitas di luar pemilihan gitu," tuturnya.
"Sebagai contoh misalnya di daerah-daerah yang tidak ada pilkadanya ada juga komisioner yang terpapar, ada juga anggota KPU yang terpapar. Nah, itu kan artinya tidak bisa digeneralisasi bahwa segala sesuatu adalah karena tahapan pemilihan," lanjutnya.
(dkp/dkp)