Mencari Jejak Tentara AS Hilang Saat Perang Dunia II di Papua

Round-Up

Mencari Jejak Tentara AS Hilang Saat Perang Dunia II di Papua

Tim detikcom - detikNews
Senin, 19 Okt 2020 23:09 WIB
Monumen Jenderal Mac Arthur di Ifar Gunung, Sentani. Jenderal Mac Arthur merupakan pimpinan pasukan AS saat perang dunia kedua melawan Jepang.
Monumen Jenderal MacArthur di Ifar Gunung, Sentani. Jenderal MacArthur merupakan pimpinan pasukan AS saat Perang Dunia II melawan Jepang. (Dok Badan Arkeologi Papua)
Jakarta -

Kunjungan Menhan RI Prabowo Subianto ke Amerika Serikat melahirkan kesepakatan untuk pencarian tentara AS yang hilang di RI saat Perang Dunia II. Adapun kesepakatan pencarian jejak tentara AS di Papua.

Kunjungan kerja Prabowo di Negeri Paman Sam dilakukan pada 15-19 Oktober. Dalam kunjungan itu, Prabowo bertemu dengan Menhan Amerika Serikat (AS) Mark T Esper di Pentagon, Washington, AS.

"Untuk memulai kembali pekerjaannya di Indonesia untuk memulihkan sisa-sisa personel AS yang hilang di Indonesia selama Perang Dunia II," demikian keterangan dari laman resmi Kementerian Pertahanan AS yang dikirim oleh juru bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, Sabtu (17/10).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kedua pemimpin ini menyatakan simpati kepada mereka yang terkena COVID-19 di Amerika Serikat dan Indonesia," sambung pernyataan dari website itu.

Selain itu, pertemuan Prabowo dan Esper membahas pertahanan bilateral dan keamanan maritim. Prabowo mengungkap pentingnya keterlibatan militer di semua tingkatan pertahanan negara. Prabowo juga menyampaikan penghargaan atas dukungan AS terkait modernisasi pertahanan Indonesia.

ADVERTISEMENT

Di Indonesia, peneliti Badan Arkeologi Papua Hari Suroto memaparkan jejak perang pasukan AS dan Jepang di Papua. Hari menjelaskan pasukan Amerika Serikat di bawah pimpinan Jenderal Douglas Mac Arthur menjadikan Sentani sebagai pangkalan terbesar pasukan Amerika.

"Satu-satunya wilayah Indonesia yang menjadi saksi pertempuran langsung antara pasukan Amerika dengan Jepang pada Perang Dunia II atau disebut juga Perang Pasifik adalah Papua," kata Hari, Senin (19/10/2020).

Hari mengatakan, pada zaman itu, banyak tentara AS yang gugur, termasuk pasukan Jepang yang mempertahankan Sentani. Kota Jayapura, yang saat itu dikenal dengan sebutan wilayah Hollandia, menjadi ajang perebutan antara Jepang dan AS.

Ketika itu, memang Jepang menguasai Hollandia, lalu membuat tiga lapangan terbang di Sentani. Namun, Jepang akhirnya dikalahkan oleh Amerika. Dan, lapangan terbang yang dibangun Jepang itu dikuasai serta diperluas.

"Lapangan terbang itu juga dikenal sebagai Hollandia Drome. Hollandia, jadi target khusus Jenderal MacArthur panglima Amerika di Asia-Pasifik. Ia ingin menjadikan Hollandia sebagai titik tolak menyerbu Jepang," ucapnya.

Singkat cerita, usai mengusir Jepang, Hari mengatakan, Jenderal Douglas MacArthur mendirikan markas besarnya di Jayapura. Dari Ifar Gunung Sentani, MacArthur merencanakan serangan balik ke Filipina dengan strategi lompat katak.

Hollandia kemudian menjadi salah satu markas militer terhebat selama Perang Dunia II. Sebagian besar komando untuk wilayah Pasifik Barat Daya dioperasikan dari Hollandia.

"Sekutu menjadikan Hollandia sebagai Basis G, dilengkapi dengan sembilan galangan kapal (dock), fasilitas militer, rumah sakit, gudang, toko, dan tempat hiburan," tuturnya.

Hari mengatakan upaya Amerika merepatriasi kerangka tentaranya yang gugur dalam Perang Dunia II membutuhkan proses dan waktu yang tak sedikit. Dia menyebut perlu membuka arsip catatan jalannya perang, peta, sampai data benda-benda peninggalan barang.

Hari menjelaskan perlu ada keterlibatan arkeolog dalam repatriasi kerangka pasukan Amerika tersebut. Repatriasi sendiri adalah pemulangan kembali orang ke tanah airnya.

Kerangka pasukan Amerika ini tentu saja dalam kondisi fragmentaris atau tidak utuh.

"Sehingga dibutuhkan penelitian ilmiah lebih mendalam bahwa tulang-tulang tersebut adalah memang betul-betul pasukan Amerika," ujar Hari.

Pemerintah Jepang, kata Hari, sejak 2011 aktif merepatriasi kerangka pasukan Jepang yang gugur di Papua. Berkarung-karung tulang belulang pasukan Jepang dikremasi dan abunya dibawa ke Jepang.

Jika merujuk pada UU No 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya, kerangka tentara Jepang sebenarnya masuk kategori peninggalan yang dilindungi. Namun, Mendikbud pada waktu itu, M Nuh, dengan pertimbangan kemanusiaan, mengatakan tulang-tulang tentara Jepang ini boleh diambil dan dikembalikan ke Jepang.

"Belajar dari repatriasi kerangka pasukan Jepang sebelumnya. Pihak tim repatriasi Jepang mengklaim ada satu tengkorak yang dianggap sebagai tengkorak Jepang, padahal di sela-sela giginya ada serat buah pinang, apakah pasukan Jepang itu juga makan pinang di Papua? Tentu penelitian ilmiah sangat dibutuhkan untuk menguatkan klaim bahwa itu merupakan tulang pasukan Amerika, pasukan Jepang atau orang Papua," paparnya.

Hari menerangkan perlu juga dilihat benda-benda yang menyertai pasukan yang gugur tersebut, misalnya tanda pengenal atau senjata.

"Tidak hanya itu biasanya di sekitar kerangka baik itu pasukan Jepang atau pasukan Amerika selalu ada benda yang berasal dari negara mereka untuk mendukung aktivitas perang baik itu makanan atau obat-obatan. Yang unik adalah di lokasi bekas markas Amerika di Papua sering ditemukan botol Coca-Cola, sedangkan markas pasukan Jepang ditemukan botol sake," ujarnya.

Halaman 2 dari 2
(idn/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads