Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) bersama BP2MI mengadakan Rapat Koordinasi (Rakor) membahas implementasi UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengemukakan sejumlah persoalan menyangkut implementasi UU PPMI yang perlu penanganan segera, seperti pelaksanaan tentang pasal 39 huruf O.
Menurut Ida, pasal tersebut mengamanatkan bahwa pemerintah pusat mempunyai tugas dan tanggung jawab menyediakan serta memfasilitasi pelatihan CPMI melalui pelatihan vokasi yang anggarannya berasal dari fungsi pendidikan. Namun dalam praktiknya, belum ada kejelasan baik dari tingkat pusat sampai ke provinsi atau kabupaten/kota.
"Hal ini harus menjadi prioritas pemikiran kita bersama, agar dapat memberi kejelasan kepada pemerintah daerah dan juga memberi kepastian berusaha kepada stakeholder kita, khususnya kepada P3MI," ujar Ida, dalam keterangan tertulis, Jumat (16/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu ia sampaikan dalam Rakor di Jakarta, pada Kamis (15/10). Ida mengatakan terdapat persoalan lain yaitu interkoneksi sistem. Menurutnya, sampai saat ini, interkoneksi sistem masih menjadi persoalan karena terlalu banyaknya sistem yang ada dalam birokrasi.
Ida menginginkan semua sistem yang terlibat dalam proses penempatan PMI berpusat pada SISNAKER yang sudah dibuat di Kemnaker. Ia berpendapat baha SISNAKER yang telah dibuat dan masih terus dikembangkan ini, pada hakikatnya merupakan suatu ekosistem dalam rangkaian layanan ketenagakerjaan.
Mulai dari layanan antar kerja, informasi pasar kerja, penyuluhan bimbingan jabatan, perantaraan kerja, pelatihan, sertifikasi, hingga wajib lapor ketenagakerjaan. "Hal ini penting agar kita mempunyai big data yang real time. Karena data yang valid berdampak pada keputusan yang benar," ungkapnya.
Ida pun turut menyinggung sulitnya klaim di BPJS Ketenagakerjaan, pembebasan biaya penempatan PMI, dan pemberdayaan PMI dan keluarga.
Sementara itu, Kepala BP2MI Benny Rhamdani menyatakan terdapat tiga Rancangan Peraturan Pemerintah sebagai amanat UU No. 18/2017 yang masih belum diselesaikan. Padahal menurutnya tiga RPP itu sangat dibutuhkan pada waktu sekarang ini.
Adapun ketiga RPP tersebut yaitu tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran, serta Tugas dan Wewenang Atase Ketenagakerjaan.
"Pesan Presiden sangat jelas dan tegas, 'jangan pernah ada lagi PMI kita yang dianiaya di luar negeri. Jangan sampai PMI kita dibebani dengan berbagai biaya dan hutang yang pada akhirnya memupus mimpi-mimpi mereka untuk sejahtera, membajak harapan mereka untuk menjadikan keluarga mereka lebih sejahtera'," jelas Benny.
Oleh karena itu menurut Benny, pasal 4 di Perkabadan secara tegas menyebutkan PMI dan keluarganya tidak dapat dibebani pinjaman yang dipaksakan secara sepihak oleh pihak mana pun sebagai biaya penempatan yang menimbulkan kerugian sepihak dan/atau berakibat pada pemotongan penghasilan selama bekerja di negara tujuan penempatan.
Sebagai informasi, Rakor tersebut juga turut dihadiri oleh Kepala BP2MI Benny Rhamdani, Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker Suhartono, Dirjen Binalattas Budi Hartawan, dan Pejabat Tinggi Madya serta Pratama di lingkungan Kemnaker.
(ega/ega)