Irwandi Yusuf akhirnya resmi dipecat dari jabatan Gubernur Aceh. Irwandi dipecat usai putusan kasus korupsinya inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Hukuman Irwandi disunat oleh Mahkamah Agung (MA) yang semula 8 tahun penjara di Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi 7 tahun penjara. MA beralasan Irwandi telah berjasa untuk Indonesia.
"Isi putusannya menolak permohonan kasasi jaksa penuntut umum dan terdakwa dengan perbaikan mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Jakarta selama delapan tahun penjara menjadi tujuh tahun penjara denda sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan," ujar juru bicara MA, Andi Samsan Nganro kepada detikcom, Jumat (14/2).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Majelis hakim yang mengadili kasasi Irwandi diketuai oleh hakim agung Prof Surya Jaya dan hakim anggotanya adalah hakim Krisna Harahap dan hakim Askin. MA menilai putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tidak tepat karena memperberat vonis Irwandi menjadi 8 tahun.
Selain itu, MA Menilai Irwandi sebagai mantan Gubernur Aceh Irwandi telah berjasa di Aceh dengan menciptakan perdamaian di Aceh. Atas pertimbangan itu, MA memangkas hukuman Irwandi.
Pada tingkat pertama Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan Irwandi terbukti menerima suap Rp 1 miliar dari mantan Bupati Bener Meriah Ahmadi. Uang tersebut diberikan agar Irwandi Yusuf menyetujui program pembangunan dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018.
Setelah itu, Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memvonis Gubernur Aceh Irwandi Yusuf selama 8 tahun penjara, sebelumnya 7 tahun penjara. Selain itu, majelis tinggi mencabut hak politik Irwandi selama 5 tahun.
Usai putusannya inkrah ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun telah meneken Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian Irwandi Yusuf dari Gubernur Aceh. Keppres itu bernomor 73/P 2020 tentang 'Pengesahan Pemberhentian Gubernur Aceh Masa Jabatan Tahun 2017-2022'.
"Saya ditanggal 12 Agustus sudah melihat surat keputusan itu di ruang Wakil Ketua III DPRA," kata Wakil Ketua I DPR Aceh, Dalimi, saat dimintai konfirmasi, Kamis (15/10/2020).
Menurutnya, Keppres tersebut harus dibacakan dalam rapat paripurna. Namun, pimpinan DPR Aceh hingga kini belum melakukannya.
"Nah pertanyaannya kenapa lembaga belum melakukan hal itu," ujar politikus Partai Demokrat ini.
Dia menyebut, dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) pasal 23 ayat (1) huruf d, dijelaskan DPR Aceh memiliki tugas serta kewenangan mengusulkan pengangkatan atau pemberhentian gubernur atau wakil gubernur kepada Presiden RI melalui Menteri Dalam Negeri.
"Di UU PA, dimulai dari Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota, diangkat dan diberhentikan itu prosesnya harus di DPRA/DPRK kalau kita di Aceh," jelasnya.
Kepala Biro Tata Pemerintahan (Tapem) Setda Aceh, Syakir, mengaku Pemerintah Aceh belum menerima Keppres tersebut. "Tapem belum terima," kata Syakir saat dikonfirmasi terpisah.
Sebelumnya, Irwandi diketahui menerima uang suap secara bertahap melalui orang kepercayaannya, yakni Hendri Yuzal dan Teuku Saiful Bahri. Selain itu, Irwandi disebut menerima gratifikasi Rp 8,717 miliar selama menjabat Gubernur Aceh. Irwandi Yusuf menjabat Gubernur Aceh periode 2007-2012 dan periode 2017-2022. Irwandi bersama orang kepercayaannya, Izil Azhar, dari para pengusaha.