Pimpinan DPR memberi penjelasan soal berubah-ubahnya jumlah halaman omnibus law UU Cipta Kerja karena proses editing pada format penulisan. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai penjelasan DPR terlalu remeh.
"Klarifikasi yang disampaikan pimpinan DPR pun sama sekali tak bisa memuaskan karena klarifikasi tersebut hanya menjelaskan soal teknis penampilan naskah khususnya terkait ukuran kertas yang dipakai. Penjelasan DPR ini nampak terlalu remeh," Peneliti Formappi, Lucius Karus kepada wartawan, Selasa (13/10/2020).
"Masa sekelas pimpinan DPR bikin konpers (konferensi pers) cuma untuk kasih tahu ukuran kertas yang digunakan. Lalu bagaimana perbedaan ukuran kertas akhirnya berdampak pada jumlah halaman naskah RUU Cipta Kerja," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Lucius, lebih baik DPR membuka dengan jujur proses perubahan naskah UU Cipta Kerja. Sebab, kata Lucius, masyarakat mempertanyakan draf akhir UU Cipta Kerja.
"Bagi saya mestinya pimpinan DPR membuka secara jujur proses yang terjadi beserta dampak-dampak perubahan yang terjadi. Terlalu banyak pertanyaan yang menggelantung dalam benak publik ketika lebih dari sepekan, keingintahuan publik akan naskah final RUU ini tak bisa diakses dimana-mana," ujarnya.
Selain itu, Lucius mengatakan muncul juga keraguan masyarakat terhadap perubahan substansi dalam UU Cipta Kerja. Bagi Lucius, naskah UU Cipta Kerja bukanlah surat cinta yang dianggap remeh temeh.
"Keraguan publik semakin kuat ketika di beberapa bagian ditemukan adanya perbedaan berupa penambahan ayat di dalam beberapa pasal, atau perubahan substansi untuk pengaturan tertentu," sebut Lucius.
"Temuan-temuan perubahan yang tak sekedar menyempurnakan redaksi kalimat atau perbaikan typo jelas bukan sesuatu yang remeh temeh. Naskah Undang-Undang itu bukan surat cinta yang mungkin lazim ditulis para anggota Dewan di usia puber mereka dahulu sebelum era teknologi canggih muncul," imbuhnya.
Sebelumnya, jumlah halaman pada naskah omnibus law UU Cipta Kerja sempat berubah-ubah. Pimpinan DPR menjelaskan hal tersebut terjadi karena adanya proses editing pada format penulisan naskah UU Cipta Kerja.
"Mengenai jumlah halaman itu adalah mekanisme pengetikan dan editing tentang kualitas dan besarnya kertas daripada yang diketik," ujar Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dalam konferensi pers di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/10).
Azis menjelaskan draf naskah UU Cipta Kerja yang dibawa dalam rapat paripurna pengesahan 5 Oktober lalu masih berdasarkan format pengetikan di Baleg. Namun setelah undang-undang disahkan, maka perlu ada penyesuaian di Kesetjenan DPR.
"Proses yang dilakukan di Baleg itu menggunakan kertas biasa tapi pada saat sudah masuk tingkat II proses pengetikannya masuk di Kesekjenan, dia menggunakan legal paper yang sudah menjadi syarat ketentuan-ketentuan dalam undang-undang," jelas Azis.