Ketua Badan Legislasi (Baaleg) DPR RI Supratman Andi Agtas menjelaskan perihal adanya tambahan ayat dalam naskah final UU Cipta Kerja (Ciptaker) Pasal 79. Menurut Supratman, apa yang tertuang dalam Pasal 79 UU Ciptaker itu sudah sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Penjelasan Supratman itu terkait Pasal 79 yang dimuat dalam 'Bagian Kedua: Ketenagakerjaan' UU Ciptaker. Dalam draf final UU Ciptaker yang berisi 1.035 halaman, terdapat tambahan ayat 6 di Pasal 79. Ayat tersebut sebelumnya tidak tercantum dalam versi draf UU Ciptaker tertanggal 5 Oktober 2020, yang berisi 905 halaman.
Supratman menjelaskan perihal tambahan ayat tersebut. Dia menyebut Pasal 79 dalam draf final UU Ciptaker dikembalikan sesuai dengan keputusan MK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Demikian pula halnya dengan Pasal 79, itu terkait dengan pasal... ayat 1, ayat 2, ayat 3, itu juga adalah hasil keputusan MK. Nah itu yang kita kembalikan semua," kata Supratman dalam konferensi pers di gedung Nusantara III, kompleks DPR, Jakarta, Selasa (13/10/2020).
Supratman menegaskan bahwa perbaikan terhadap naskah UU Ciptaker tidak mengubah substansi, sebagaimana kesepakatan dalam pembahasan antara panja dan pemerintah. Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Ciptaker itu menyebut panja telah menyisir satu per satu pasal agar sesuai dengan hasil pembahasan.
"Saya yakin dan percaya, kami bersama Pak Andreas, Pak John, Pak Lamhot dan Ibu Nurul, Ibu Een, juga kepada teman-teman yang lain itu telah bekerja. Kami membaca satu per satu terhadap materi muatan yang diputuskan dalam rapat paripurna, kemudian kami kembalikan kepada kesekjenan sesuai dengan draf yang terakhir disampaikan oleh Pak Azis," sebut Supratman.
Sekadar informasi, dalam draf final UU Ciptaker yang berisi 812 halaman, terdapat 6 ayat dalam Pasal 79. Jumlah ayat dalam Pasal 79 ini sesuai dengan draf UU Ciptaker yang berjumlah 1.035 halaman.
Diberitakan sebelumnya, terdapat perbedaan pada ketentuan soal istirahat panjang yang termuat dalam Pasal 79 UU Cipta Kerja. Pada versi draf 905 halaman, Pasal 79 dalam Bagian Kedua: Ketenagakerjaan ini berisi 5 ayat. Pada versi draf final 1.035 halaman, Pasal 79 berisi enam ayat.
Ayat ke-6 yang ditambahkan dalam Pasal 79 itu mengatur perusahaan yang diperbolehkan memberikan istirahat panjang bagi buruh-buruhnya. Ketentuan bakal diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).
Simak video 'DPR Jelaskan Simpang Siur Jumlah Halaman UU Cipta Kerja':
Berikut perbandingannya:
Versi draf UU Cipta Kerja 5 Oktober 2020 905 halaman:
Pasal 79
(1) Pengusaha wajib memberi:
a. waktu istirahat; dan
b. cuti.
(2) Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi:
a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
(3) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.
(4) Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
(5) Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Versi draf final UU Cipta Kerja 1.035 halaman:
Pasal 79
(1) Pengusaha wajib memberi:
a. waktu istirahat; dan
b. cuti.
(2) Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi:
a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
(3) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh, yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.
(4) Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
(5) Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.