Mahasiswi Universitas Hasanuddin bernama Sasa berorasi menyebut pancasalah. Aksinya menuai pembelaan dan kritikan.
Aksinya mencuat seiring demonstrasi penolakan terhadap omnibus UU Cipta Kerja. Video pendek orasi Sasa viral. Dia terlihat berdiri, memegang megafon, dengan rokok terselip di sela jemari kiri.
"Negara kita yang katanya negara Pancasila sekarang menjadi negara pancasalah, 1 ketuhanan yang maha hormat, 2 kemanusiaan yang adil bagi para birokrat, 3 persatuan para investor, 4 kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat penindasan dalam permusyawaratan diktatorian, 5 keadilan sosial bagi seluruh rakyat kelas atas," kata Sasa dalam orasinya yang disambut tepukan tangan massa aksi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sasa menyatakan orasi pancasalah itu bukan merupakan aksi melecehkan atau mengganti ideologi Pancasila. Sasa menjelaskan dirinya cuma seorang mahasiswi sehingga tak mungkin punya kekuatan mengubah ideologi negara. Orasi itu adalah kritik terhadap kenyataan politik yang centang perenang di matanya.
"Pancasalah adalah kritikan kepada pemerintah, oligarki, dan segelintir penguasa yang mengubah marwah Pancasila," kata Sasa kepada detikcom, Sabtu (10/10/2020).
Kritik balik datang dari lembaga yang mengurusi ideologi negara ini, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
"Hal seperti ini kurang etis," kata Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Romo Benny Susetyo kepada detikcom.
Menurut BPIP, kritik tidak dilarang, namun tidak boleh mengubah ideologi Pancasila.
"Dalam negara demokrasi, kritik tidak dilarang dan selama ini dijamin oleh undang-undang. Masalahnya adalah ketika kritik itu mengubah dari substansial sila dalam Pancasila," kata Benny.
![]() |
Pembelaan datang dari politikus partai berlambang matahari, Partai Amanat Nasional (PAN). Ketua DPP PAN Pangeran Khairul Saleh menilai orasi itu sebagai bentuk amarah sesaat dan kecintaan terhadap negara.
"Itu kita anggap sebagai amarah sesaat sebagai wujud ekspresi kepedulian dan kecintaan mahasiswa untuk bangsa dan negara kita," kata Pangeran kepada wartawan.
Pangeran, yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR RI, menilai Sasa tidak memiliki tendensi untuk menghina dasar negara. Menurutnya, itu hanya bentuk ekspresi keprihatinan.
"Menurut saya, tidak ada tendensi dan niat menghina dasar negara. Yang bersangkutan menunjukkan rasa prihatin menurut pandangan dan pendapatnya," ujar Pangeran.