Guru Besar Fakultas Kedokteran Unpad yang juga Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin COVID-19 Unpad Prof. Dr. Kusnandi Rusmil, dr., Sp.A(K), M.M. membantah fenomena ADE (Antibody-dependent enhancement) juga terjadi untuk SARS-CoV-2. ADE merupakan kondisi antibodi tak efektif menetralkan virus yang dituju dan malah menimbulkan reaksi yang negatif.
ADE adalah fenomena yang mungkin terjadi pada pemberian antibodi (vaksin atau antibodi lain) yang berupa reaksi yang memperkuat infeksi sehingga terjadinya suatu kejadian imunopatologis yang berat.
Prof. Kusnandi menyatakan bahwa fenomena ADE sejauh ini baru terlihat pada dengue. Keberadaan fenomena ADE pada kasus MERS, SARS, Ebola, dan HIV hanya ditemukan in silico (simulasi komputer) dan in vitro (percobaan di cawan petri laboratorium). Ia menjelaskan pada umumnya reaksi ADE ini sudah dapat dilihat sejak pengembangan vaksin di uji preklinis pada hewan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak menggambarkan fenomena di manusia," kata Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak itu dalam keterangan tertulis, Selasa (6/10/2020).
"Vaksin SARS-CoV-2 dari Sinovac pada publikasinya di Science sudah menyebutkan bahwa pada uji preklinisnya tidak menemukan kejadian ADE pada hewan yang sudah divaksinasi. Bahkan hewan yang sudah divaksinasi ini mampu bertahan setelah dipaparkan dengan virus SARS-CoV-2," imbuhnya.
Ia menambahkan dalam uji klinis yang saat ini sedang Tim Riset Uji Klinis Vaksin COVID-19 Unpad lakukan, hingga saat ini tidak ditemukan adanya efek samping yang serius yang disebabkan oleh vaksin maupun vaksinasi.
Hal serupa tidak terjadi pada uji klinis fase 1 dan 2 sebelumnya. Prof. Ksnandi mengatakan bahkan di dunia, dalam penelitian vaksin COVID-19, saat ini lebih 140 calon vaksin sudah dibuat. Sebagian di antaranya sudah tahap uji klinis pada manusia.
"Hingga saat ini belum ada bukti terjadinya ADE (pada kandidat vaksin COVID-19). Kewaspadaan dan monitoring terhadap keamanan vaksin tetap harus dilakukan," pungkasnya.
(mul/mpr)