Dewan Perwakilan Rakyat rencananya akan mengesahkan Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-undang pada rapat paripurna, Kamis 8 Oktober mendatang. Rencana pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Bahkan ribuan buruh mengancam akan berunjuk rasa saat RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah pihak menilai pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja sangat kilat. Anggota Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi Demokrat, Hinca Panjaitan menilai belum saatnya RUU Omnibus Law Cipta Kerja disahkan saat ini. Sebab masih banyak yang perlu dibahas lebih mendalam agar produk undang-undang yang dihasilkan tidak berat sebelah, berkeadilan sosial dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi serta menciptakan lapangan kerja.
"Fraksi Partai Demokrat menyatakan menolak Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja. Kami menilai banyak hal yang harus dibahas kembali secara lebih mendalam dan komprehensif. Kita tidak perlu terburu buru. Kami menyarankan agar dilakukan pembahasan yang lebih utuh dan melibatkan berbagai stakeholders yang berkepentingan," kata Hinca Panjaitan, saat menyampaikan pandangan Fraksi Partai Demokrat dalam Rapat Baleg DPR RI, DPD dan Pemerintah Sabtu, 3 Oktober pekan lalu.
RUU Cipta Kerja adalah satu dari empat Omnibus Law yang diusulkan pemerintah pada DPR. Tiga RUU Omnibus Law lainnya adalah soal perpajakan, ibu kota baru, dan kefarmasian. Semua usulan tersebut masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.
Berikut ini perjalan RUU Omnibus Law Cipta Kerja
12 Februari 2020
Surat Presiden tentang draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja diserahkan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto kepada Ketua DPR Puan Maharani. Dalam draft yang diserahkan terdiri dari 15 bab dan 17 pasal.
Maret 2020
Surat Presiden tentang draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja dibahas di Badan Legislasi DPR RI
April 2020
DPR mulai membahas RUU Omnibus Law bersama pemerintah. Total ada 15 klaster dengan 1.200 pasal dan 10.000 daftar inventarisasi masalah atau DIM yang dibahas. Antara lain klaster peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha dan klaster ketenagakerjaan.
11 Juli 2020
Pemerintah menghapus pasal mengenai pers yang tertuang dalam Omnibus Law.
2 Agustus 2020
Tim teknis tripartit yang terdiri dari perwakilan pemerintah, serikat pekerja, dan pengusaha merampungkan pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Selanjutnya hasil kesepakatan diserahkan kepada DPR RI.
14 Agustus 2020
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan berharap RUU Omnibus Law Cipta Kerja bisa selesai pembahasannya pada akhir Agustus 2020. Menurut dia undang-undang ini akan membuat semua proses perizinan, syarat penanaman modal, dan aturan-aturan lainnya menjadi lebih sederhana.
3 Oktober 2020 malam
Badan legislasi (Baleg) DPR RI bersama DPD RI dan Pemerintah setuju membawa RUU Omnibus Law Cipta Kerja dibawa ke rapat paripurna DPR RI pada Kamis, 8 Oktober 2020 untuk disahkan menjadi Undang-undang. Dua fraksi yakni Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahter (PKS) menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja
Rapat berlangsung di gedung DPR RI dipimpin Ketua Badan Legislasi DPR RI, Supratman Andi Agtas, dihadiri seluruh perwakilan fraksi di DPR RI, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, serta perwakilan DPD RI.
(erd/pal)