Rujukan soal G30S/PKI Tak Melulu Film, Banyak Buku Bisa Dipilih Publik

Rujukan soal G30S/PKI Tak Melulu Film, Banyak Buku Bisa Dipilih Publik

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 30 Sep 2020 21:24 WIB
thumbnail dRooftalk Gaduh PKI di Ujung September
Foto: 20Detik
Jakarta -

Masyarakat diimbau agar tak mentah-mentah menelan informasi soal G30S/PKI hanya dari film, namun juga dari buku. Selain itu, warga disarankan agar memperoleh informasi soal G30S/PKI dari berbagai buku.

Hal itu disampaikan oleh pendiri Komunitas Historia Indonesia, Asep Kambali, dalam acara d'Rooftalk 'Gaduh PKI di Ujung September' yang disiarkan langsung di detikcom.

"Yang perlu dipahami betul oleh rakyat bahwa yang namanya film itu sesuatu yang harus kita nikmati untuk hiburan, tapi kemudian dia jadi alat propaganda itu adalah sesuatu yang lebih jauh lagi. Oleh sebab itu, film adalah karya kreatif dan ditambahkan bumbu-bumbu di dalamnya, jadi jika film ditambahkan atau dijadikan satu-satunya sumber kebenaran, itu yang salah," ujar Asep, Rabu (30/9/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya selalu katakan kepada mahasiswa, kepada siapa pun, kalian mesti baca buku, buku dari berbagai angle, jangan hanya satu, misal buku SNI (Sejarah Nasional Indonesia) yang diterbitkan zaman Orba (Orde Baru)," lanjutnya.

Menurutnya, isu G30S/PKI dalam konteks saat ini sering dihembuskan karena kepentingan politik. Isu-isu G30S/PKI era kekinian, sebut Asep lebih mendekati unsur politis.

ADVERTISEMENT

"Condong kepentingan politik, ketimbang kepentingan akademis," imbuh Asep.

Ia menyarankan agar pemerintah membuat suatu lembaga resmi yang berhubungan dengan sejarah, semisal Dewan Sejarah Indonesia. Tak hanya itu, Undang-Undang Kesejarahan diminta untuk dibuat.

"Dan (pemerintah) mesti diberikan tugas untuk menerbitkan satu buku pokok sejarah Indonesia, jadi kita kan belum punya buku sejarah Indonesia, yang kita punya ini tulisannya tahun '85 karangan Nugroho (Notosusanto), buku resmi yang dikeluarkan pemerintah Orde Baru," ucap Asep.

"Undang-Undang Kesejarahan dan Dewan Sejarah Indonesia kemudian dewan ini menerbitkan buku pokok sejarah Indonesia kemudian nanti mesti ditambahkan penguatan program sejarah dan penguatan anggaran, karena sejarah cenderung disepelekan dan ditinggalkan," lanjutnya.

Pimpinan Redaksi detikcom, Alfito Deannova Ginting, menyebut usulan pendirian Dewan Sejarah Indonesia menarik. Terlebih bila lembaga tersebut dapat menuliskan sumber informasi dan data yang faktual terkait sejarah Indonesia.

"Mudah-mudahan ini didengar pemerintah ya, menarik juga usulannya kalau bisa mengumpulkan semua sejarawan, walaupun saya nggak tahu seberapa banyak sejarawan itu kemudian menuliskan kembali apa yang harus dituliskan berdasarkan data dan fakta yang otentik," kata Alfito.

(isa/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads