Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Agung (MA) terlibat saling sindir soal diskon hukuman koruptor. Komisi III DPR meminta KPK dan MA bersinergi dan tidak saling sindir.
"Saran saya sebaiknya jangan saling sindir. Sesama aparat penegak hukum mestinya koordinasi, bukan saling sindir. Sinergi aja," kata Ketua Komisi III DPR Herman Hery di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (30/9/2020).
Kritik itu awalnya dilempar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dan membawa nama Dewas KPK Artidjo Alkostar, yang akhirnya dibalas oleh MA. Soal diskon hukuman itu sendiri, Herman menyerahkannya kepada MA.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Soal diskon-mendiskon itu kan kata-kata yang kami juga tidak bisa ikut campur. Itu teknis keputusan kewenangan Mahkamah Agung," ujar Herman.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan pihaknya menghargai independensi kekuasaan MA. Namun, terkait diskon putusan koruptor, KPK menilai seharusnya MA memberi penjelasan soal hal tersebut.
"Dengan tetap menghargai independensi kekuasaan kehakiman, seharusnya Mahkamah Agung dapat memberi argumen sekaligus jawaban di dalam putusan-putusannya, khususnya putusan peninjauan kembali (PK), yaitu legal reasoning pengurangan hukuman-hukuman dalam perkara-perkara a quo," kata Nawawi kepada wartawan, Selasa (29/9).
Nawawi menuturkan diskon yang diberikan MA kepada para koruptor kerap terjadi setelah hakim Artidjo Alkostar tak lagi di MA. Dia tidak ingin diskon yang diberikan MA itu menimbulkan anekdot.
"Terlebih putusan PK yang mengurangi hukuman ini marak setelah gedung MA ditinggal sosok Artidjo Alkostar. Jangan sampai memunculkan anekdot hukum: bukan soal hukumnya, tapi siapa hakimnya," tuturnya.
Pernyataan itu pun dibalas MA. MA meminta Nawawi tidak mengomentari putusan jika belum membacanya secara lengkap.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, mengatakan, karena belum membaca secara lengkap putusan MA secara lengkap, sah-sah saja bila seseorang memiliki harapan agar hukuman para koruptor tidak diringankan. Namun, kata dia, MA memiliki wewenang dan independensi sendiri untuk memutuskan hal tersebut.
"Harapan tersebut sah-sah saja, karena belum membaca putusan Mahkamah Agung secara lengkap. Setiap putusan pasti memuat dasar dan argumentasi hukumnya. Mahkamah Agung mempunyai wewenang dan independensi sendiri. Oleh sebab itu, mohon tidak mengomentari atau membahas putusan jika belum membaca putusan secara lengkap," kata Abdullah kepada wartawan, Selasa (29/9).
Tonton juga video 'Mahfud Md Mau Aktifkan Tim Pemburu Koruptor':