Bareskrim Polri dan Irjen Napoleon Bonaparte 'bertarung' di sidang praperadilan. Keduanya saling klaim memiliki bukti kuat atas pernyataan mereka.
Seperti diketahui, Irjen Napoleon yang dicopot dari jabatan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, mengajukan praperadilan terkait status tersangkanya. Irjen Napoleon sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dari Djoko Tjandra oleh penyidik Direktirat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri).
Dalam permohonannya di sidang praperadilan, Irjen Napoleon meminta PN Jaksel membatalkan surat penyidikan dan penetapan tersangka dirinya. Dalam sidang praperadilan ini, kubu Irjen Napoleon sebagai pemohon, sedangkan kubu Bareskrim Polri sebagai termohon.
"Dengan ini kuasa termohon menyampaikan atas jawaban termohon sebagai berikut: bahwa termohon menolak dengan tegas seluruh dalil permohonan praperadilan yang diajukan pemohon, kecuali yang benar-benar diakui secara tegas oleh termohon," ujar perwakilan tim kuasa hukum Bareskrim Polri di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (29/9/2020).
Baca juga: Irjen Napoleon Tepis Terima Rp 7 Miliar |
"Termohon tidak akan menjawab dan menanggapi satu per satu dalil-dalil permohonan pemohon, namun tidak berarti termohon membenarkan dalil-dalil pemohon, tapi termohon akan menjawab suatu bentuk jawaban satu kesatuan utuh yang tidak terpisah satu dengan lainnya sesuai proses penyidikan," lanjutnya.
Tim kuasa hukum Bareskrim Polri menyebut seluruh dalil permohonan Irjen Napoleon tidak benar. Barang bukti yang diajukan Irjen Napoleon juga disebut tidak relevan.
"Mohon berkenan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan memutuskan perkara ini untuk mengabulkan permohonan sebagai berikut: pertama, menerima dan mengabulkan jawaban termohon seluruhnya; kedua, menolak permohonan pemohon praperadilan," kata tim kuasa hukum Bareskrim Polri.
Dalam persidangan, tim hukum Bareskrim Polri membeberkan hasil penyidikan yaitu Irjen Napoleon diduga meminta uang imbalan Rp 7 miliar untuk mengurus red notice Djoko Tjandra. Tim hukum Bareskrim mengatakan Djoko Tjandra menghubungi rekan bisnisnya, Tommy Sumardi, untuk membantu mencabut red notice atas namanya pada Maret 2020.
"Awalnya Tommy Sumardi mengatakan biayanya Rp 15 miliar (penghapusan red notice). Tetapi Djoko Tjandra keberatan dan disepakati sebesar Rp 10 miliar," ujar salah satu tim hukum Bareskrim Polri.
Tommy Sumardi disebut mendatangi ruangan mantan Karo Korwas PPNS Polri Brigjen Prasetijo Utomo. Kepada Prasetijo, lanjut tim hukum Bareskrim Polri, Tommy minta diperkenalkan kepada pejabat di Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri.
"Tommy Sumardi bersama Prasetijo mendatangi ruangan Irjen Napoleon selaku Kadiv Hubinter Polri dan Irjen Napoleon menyampaikan bahwa red notice atas nama Djoko Tjandra bisa dibuka asal ada uang Rp 3 miliar," lanjut tim kuasa hukum Bareskrim.