Klaster Pendidikan Dicabut dari RUU Ciptaker, HNW: Alhamdulillah

Klaster Pendidikan Dicabut dari RUU Ciptaker, HNW: Alhamdulillah

Yudistira Imandiar - detikNews
Senin, 28 Sep 2020 11:27 WIB
Hidayat Nur Wahid
Foto: MPR
Jakarta -

DPR RI telah sepakat mencabut klaster pendidikan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Terkait ketetapan tersebut, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengapresiasi ormas-ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah, serta PGRI yang ikut memperjuangkan penghapusan klaster pendidikan di RUU Ciptaker.

HNW juga mendukung pemerintah dan DPR RI yang mengakomodasi tuntutan untuk mencabut klaster pendidikan dari RUU Ciptaker. Menurutnya, salah satu pasal dalam klaster pendidikan memuat ketentuan pasal karet yang dapat mengkriminalisasi penyelenggara madrasah atau pesantren.

"Dari luar parlemen ada sejumlah ormas Islam seperti Muhammadiyah dan NU, sedangkan dari dalam parlemen, ada Anggota Badan Legislasi FPKS Dr Mulyanto dan Wakil Ketua Komisi X dari FPKS; Dr Abdul Fikri Faqih yang sangat keras menyuarakan agar klaster pendidikan didrop dari RUU Ciptaker," ujar HNW dalam keterangannya, Senin (28/9/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menjabarkan, sejumlah ketentuan dalam Klaster Pendidikan RUU Ciptaker yang mengubah beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) menimbulkan masalah. Ia berpandangan, sejumlah ketentuan di RUU tersebut bernuansa liberalisasi, privatisasi, dan komersialisasi pendidikan.

"Itu semua jelas tidak sesuai dengan cita-cita Indonesia Merdeka, dan amanat UUD NRI 1945," seru HNW.

ADVERTISEMENT

Ia mengungkapkan penghapusan klaster pendidikan dalam RUU Ciptaker itu memang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah dan DPR. Sebab, RUU itu telah menghadirkan kekhawatiran yang meluas, hingga kalangan pendidikan keagamaan (Islam) banyak yang resah, karena ada spirit sekulerisasi, liberalisasi dan materialisme dalam RUU tersebut, yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (3) dan ayat (5) UUD NRI 1945.

Misalnya, klaster pendidikan dalam RUU Ciptaker itu menghapus keberadaan dan peran lembaga Raudhatul Athfal, lembaga pendidikan keagamaan untuk anak-anak. Pencabutan itu diatur dalam Pasal 28 ayat (3) Klaster Pendidikan Omnibus Law RUU Ciptaker. Selain itu, beberapa ketentuannya juga berbau pasal karet yang bisa membahayakan lembaga pendidikan keagamaan seperti madrasah dan pesantren dan para pengelolanya.

Menurut HNW, sesuai ketentuan UU, baik UU Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) maupun UU Pesantren, madrasah maupun pesantren termasuk dalam kategori lembaga pendidikan formal maupun non formal yang dikelola masyarakat. Ketika diatur dalam aturan RUU Ciptaker dengan konsep omnibus sebagai UU induk yang mencakup seluruh yang terkait dengan pendidikan, baik yang berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun di bawah Kementerian Agama, hal itu akan menimbulkan masalah.

Pasal 71 dan Pasal 62 ayat (1) RUU Ciptaker bermuatan karet, yang dapat mengancam sanksi hukum pidana selama-lamanya 10 tahun, atau denda sebanyak-banyaknya Rp 1 M, bagi penyelenggara lembaga pendidikan formal dan non formal yang belum memiliki izin. Ia mengkhawatirkan apabila diatur dalam Omnibus Law, maka ketentuan itu akan berlaku umum sehingga bisa menyasar lembaga pendidikan formal maupun non formal yang berada di bawah Kementerian Agama, yaitu pesantren atau madrasah, serta para penyelenggaranya (Kiai dan Ustadz ), yang sebenarnya sudah memiliki UU secara khusus, yakni UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

"Padahal pesantren dan madrasah sebagai lembaga pendidikan formal atau non formal, sudah punya aturan tersendiri, dalam UU yang bersifat lex specialis, yaitu UU Pesantren. UU tersebut tidak mencantumkan sanksi hukuman pidana atau denda. Jadi wajar bila banyak pihak di kalangan pesantren dan madrasah yang resah akibat adanya pasal karet seperti itu, yang potensial jadi ancaman terhadap pesantren, madrasah dan para pengelolanya" urai HNW.

HNW mensyukuri dicabutnya klaster pendidikan dari RUU Ciptaker ini. Dengan begitu, pasal karet yang bisa menyasar pesantren dan para pengelolanya, otomatis ikut dicabut.

Dengan dicabutnya draft klaster pendidikan di RUU Ciptaker, aturan soal pendidikan umum dan pendidikan agama kembali kepada UU lex specialis-nya masing-masing, seperti UU Sisdiknas dan UU Pesantren.

"Dengan demikian, akan amanlah lembaga pendidikan Agama dan penyelenggaranya (yakni para Kiai dan Ustadz) dari kemungkinan tersasar intervensi dan ancaman sanksi, akibat adanya pasal karet dalam Klaster Pendidikan RUU Ciptaker. Alhamdulillah!" ungkap HNW.

(akn/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads