Amnesty International Indonesia mengatakan hari ini merupakan peringatan 21 tahun Tragedi Semanggi II. Karena itu, Amnesty International Indonesia meminta pemerintah segera memberikan keadilan bagi para korban-korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, berkas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu seperti Tragedi Semanggi I dan II masih jalan di tempat. Ia menyebut, sejak tahun 2002, berkas-berkas perkara tersebut mengalami proses bolak-balik dari Kejaksaan Agung (Kejagung) ke Komnas HAM sebanyak delapan kali, tanpa ada kejelasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami berharap hukum akan segera ditegakkan terkait somasi terhadap Jaksa Agung. Pernyataannya tentu saja berdampak buruk bagi penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Bagaimanapun, korban sangat berhak mendapatkan keadilan. Nyatanya, belum ada tindak lanjut apapun dari kasus pelanggaran HAM berat ini," kata Usman Hamid dalam keterangan tertulis, Kamis (24/9/2020).
"Padahal salah satu poin program kerja Presiden Joko Widodo, yaitu Nawacita, mencakup janji untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu. Jangan biarkan korban dan keluarganya menunggu lebih lama lagi," lanjutnya.
Pernyataan Jaksa Agung S.T. Burhanuddin yang dimaksud Usman itu ketika Kejagung rapat kerja dengan Komisi III DPR RI pada 16 Januari. Saat itu, Usman menyebut, S.T. Burhanuddin mengatakan bahwa tragedi Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran HAM berat. Atas pernyataan itu, keluarga korban Semanggi I dan II menggugat Jaksa Agung ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta, yang saat ini masuk dalam tahap pembuktian.
Usman juga mengatakan Amnesty International Indonesia meluncurkan kampanye menulis berskala nasional 'PENA' (Pesan Perubahan) pada akhir September 2020. Kampanye ini hadir merespons tak kunjung tuntasnya kasus pelanggaran HAM masa lalu.
"Sudah saatnya masyarakat berperan serta aktif untuk menegakkan keadilan. Lewat PENA, kami berharap masyarakat mendesak Jaksa Agung RI untuk segera memberi keadilan bagi para korban pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk tragedi Semanggi II, yang hari ini memasuki tahun ke-21," kata Usman.
Dalam kampanye ini, Usman mengatakan Amnesty mengajak masyarakat Indonesia untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada otoritas negara, baik itu Presiden, Kementerian, lembaga yudikatif maupun wakil rakyat di DPR, melalui surat elektronik. Selain kasus pelanggaran HAM masa lalu, kampanye PENA ini juga mewakili keresahan masyarakat dalam empat isu hak asasi manusia lainnya, yang menjadi sorotan belakangan ini.
"Dukungan masyarakat itu sangat kami harapkan supaya menjadi perhatian bagi Pemerintah. Tanpa dukungan dari masyarakat banyak, apapun yang kami perjuangkan tidak akan mendapatkan perhatian oleh Pemerintah. Tanpa dukungan banyak orang, kasus ini akan dilupakan oleh masyarakat," ujar ibunda dari Bernardinus Realino Norma Irawan (Wawan), korban dari Tragedi Semanggi, Maria Catarina Sumarsih.
(ibh/dhn)