Desakan untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 terus mencuat. Salah satunya datang dari Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni.
Alasan Sylviana meminta agar Pilkada 2020 ditunda karena angka COVID-19 di Indonesia saat ini masih tinggi. Menurutnya, menunda pelaksanaan Pilkada 2020 bukan hal yang tidak mungkin dilakukan.
"Sebenarnya, penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 bukan hal yang mustahil karena diatur dalam UU No 6 Tahun 2020. Ada beberapa pasal yang membahas tentang penundaan pilkada," ujar Sylviana melalui keterangan tertulis, Rabu (23/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan, dalam Pasal 120 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020, disebutkan, tahapan pilkada bisa tidak dapat dilanjutkan apabila ada bencana non-alam. Dalam hal ini, COVID-19 telah ditetapkan sebagai bencana non-alam berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020.
Wanita yang akrab disapa Mpok Sylvi itu mengatakan fokus pada urusan kemanusiaan lebih penting daripada politik. Hal itu yang menjadi latar belakang Sylviana mendesak agar pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.
"Pelaksanaan pilkada, sungguh pun dengan protokol kesehatan yang diperketat, sulit terhindar dari konsentrasi orang dalam jumlah banyak dalam seluruh tahapannya," katanya.
"Negara harus hadir di tengah-tengah ujian kemanusiaan, kefokusan dalam menangani krisis kesehatan dan penguatan jaring keamanan sosial menjadi tujuan bersama," imbuh Sylviana.
Sebelumnya, Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman, mengatakan pelaksanaan pilkada tetap akan berjalan sesuai dengan jadwal. Hal ini dilakukan untuk menjaga hak konstitusi rakyat.
"Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 tetap sesuai jadwal, 9 Desember 2020, demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih dan hak memilih. Pilkada harus dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan ketat disertai penegakan hukum dan sanksi tegas agar tidak terjadi klaster baru pilkada," kata Fadjroel dalam keterangan tertulis, Senin (21/9).
Fadjroel mengatakan Presiden Jokowi menegaskan penyelenggaraan pilkada tidak bisa menunggu pandemi berakhir. Sebab, tidak ada satu pun negara yang tahu kapan pandemi COVID-19 akan berakhir.
"Karenanya, penyelenggaraan pilkada harus dengan protokol kesehatan ketat agar aman dan tetap demokratis," katanya.
(man/tor)