Komisi VIII DPR RI merasa ironis ada keterlibatan seorang perempuan dalam kasus pemerkosaan bergilir terhadap mahasiswi berinisial EA (23). Komisi VIII menilai seharusnya perempuan membela sesama kaumnya, bukan malah mencelakakannya.
"Sangat ironis dengan tindakan kekerasan terhadap perempuan yang pelakunya juga salah satunya perempuan. Seharusnya dia membela kaumnya sendiri, malah dia ikut terlibat dalam tindakan biadab tersebut," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan saat dihubungi, Selasa (21/9/2020).
Ia berharap pihak kepolisian memberikan hukuman yang setimpal kepada pelaku tindakan kekerasan terhadap perempuan itu. Berkaca pada kasus tersebut, Ace melihat saat ini belum ada kesadaran sesama perempuan harusnya saling mendukung dan melindungi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang kesadaran perspektif gender tidak semuanya dimiliki oleh perempuan sendiri. Mungkin masih ada di antara perempuan yang tidak memiliki perasaan senasib sepenanggungan," ujarnya.
Ia meminta polisi mengusut tuntas dan mencari tahu motif di balik kasus tersebut. Ia juga meminta semua pihak yang terlibat dalam kasus itu dihukum dengan semestinya.
"Tentu pihak Kepolisian juga mesti mendalami motifnya, apakah memang murni kriminal atau memang ada persaingan di antara para perempuan itu. Tapi, apa pun motifnya, kekerasan terhadap perempuan, baik yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan sendiri, merupakan tindakan yang harus diberikan hukuman yang semestinya," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII lainnya, Marwan Dasopang, mengutuk keras kasus pemerkosaan itu. Menurutnya, perbuatan tersebut sangat tidak beradab dan tidak berperikemanusiaan.
"Komisi VIII yang membidangi pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak tentu merasa sangat miris dan sedih atas kejadian ini. Rasanya manusia-manusianya tak beradab. Hewan saja melindungi pasangannya, ini manusia bergilir 7 orang memperkosa, di mana rasa kemanusiaannya? Kenapa tidak ada yang ingin membela harkat kemanusiaannya? Secara pribadi saya mengutuk perbuatan para begundal yang tak berperikemanusiaan," ujarnya.
Ia mengatakan saat ini perlu dicari akar permasalahan dari kasus pemerkosaan itu. Selain itu, ia meminta ketahanan keluarga harus diperkuat sebagai proteksi terhadap anggota keluarga.
"Memperkuat ketahanan keluarga selain penegakan hukum. jadi basis keluarga itu penting menjadi fondasi kemasyarakatan kita. Jadi anak sekalipun sudah dewasa dari segi umur tapi aktivitas mesti terkonfirmasi dalam keluarga tidak sembarang atas nama kebebasan," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, polisi menetapkan 3 orang sebagai tersangka kasus pemerkosaan mahasiswi di Makassar. Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 286 dan Pasal 289 KUHPidana dengan ancaman penjara di atas 5 tahun.
"Setelah melakukan gelar perkara, kami menetapkan tiga orang di antara ketujuh terduga pelaku ini. Tiga orang kami tetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana keasusilaan," ujar Kanit Reskrim Polsek Panakkukang Iptu Iqbal Usman di kantornya, Jalan Pengayoman, Makassar, Selasa (22/9).
Sementara empat orang lainnya masih berstatus sebagai saksi. Dalam kasus ini sebelumnya polisi menangkap tujuh orang.
Empat orang yang berstatus saksi salah satunya perempuan berinisial SN. Polisi menyebut SN (23) masih berstatus saksi karena tidak tahu mengenai rencana aksi pemerkosaan oleh tersangka. Polisi menyebut SN justru sempat menegur salah satu tersangka.
"Yang perempuan (SN) ini cuma bawa korban ke kamar hotel istirahat. Makanya perempuan ini yang memapah korban turun dari mobil karena mabuk," kata Kasi Humas Polsek Panakkukang Bripka Ahmad Halim di kantornya, Selasa (22/9).
Namun, saat SN pindah ke kamar 103, tersangka AF (22) justru masuk ke kamar korban. SN, yang kembali ke kamar korban, lantas menegur AF.
"Kan yang perempuan (SN) sempat ke kamar sebelah. Setelah dia balik ke kamar korban, dia lihat pelaku, dia tegur, 'Eh, kenapa kau ada di sini kau, keluar ko'," kata Halim.