Operasi yustisi dengan sasaran angkutan umum mendapatkan protes dari sopir angkot. Sopir angkot memprotes aturan pembatasan angkutan umum maksimal 50 persen dari kapasitas angkutan.
Hal itu terjadi saat petugas gabungan dari Ditlantas Polda Metro Jaya, TNI, Satpol PP dan Dishub DKI Jakarta menggelar operasi yustisi di Jalan Jati Baru, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (21/9) kemarin. Sopir angkot tidak diterima lantaran ditindak ketika membawa 6 orang penumpang di dalam angkutan.
Sopir angkot bernama Gorlin Simbolon merasa tidak menyalahi aturan dengan membawa 6 orang penumpang. Menurutnya, kapasitas angkot mengangkut penumpang itu maksimal adalah 6 orang plus dirinya sebagai sopir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya lihat berita di TV penumpang biasanya 12 orang, kan kita penumpangnya 6 orang," kata Gorlin sambil menurunkan maskernya ke dagu, di lokasi, Senin (21/9/2020).
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Fahri yang turut hadir dalam operasi tersebut, kemudian memberikan penjelasan kepada Gorlin soal aturan kapasitas 50 persen angkutan umum.
"Jadi gini Pak, penumpang ini termasuk pengemudi, jadi bukan jumlah penumpang. Tapi jumlah kapasitas orang. Jadi kapasitas orang itu...," kata Fahri.
Belum selesai Fahri berbicara, Gorlin memotongnya. Petugas yang lain pun mencoba mendengarkan keluh kesah sopir angkot tersebut.
Menurut Gorlin, pemerintah harus memiliki kebijakan yang tegas soal jumlah penumpang. Gorlin pun sempat mengancam akan mogok.
"Jadi Bapak itu harus ada kebijakan, bilamana (tidak) berhenti semua. Tidak usah angkut penumpang, saya berhenti semua, berhenti semua deh kita nggak usah jalan. Mau diapain ini rakyat susah," ujarnya.
"Saya Gorlin Simbolon untuk saat ini berkurang penumpang 50 persen. Jadi penumpang awalnya 12 orang sekarang berkurang 6 orang. Kita ikutin aturan," ucapnya dengan nada tinggi.
Petugas kemudian memberikan teguran kepada sopir tersebut. Sopir angkot tersebut kemudian diminta untuk membuat surat pernyataan.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yugo menerangkan bahwa angkot hanya boleh membawa 5 penumpang plus 1 sopir.
"Penjabaran dari 50 persen itu ada aturannya. Misalnya, angkot yang tempat duduknya berhadapan itu hanya boleh satu sopir, tiga penumpang sebelah kanan, dan dua penumpang sebelah kiri. Untuk bajaj itu juga hanya boleh satu (sopir), satu (penumpang)," kata Sambodo kepada wartawan di Jalan Jati Baru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (21/9/2020).
Hal senada disampaikan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo. Syafrin mengatakan untuk beberapa armada angkutan umum memang tidak bisa menemukan angka kapasitas muatan yang sesuai jika berpedoman kepada aturan 50 persen.
"Tentu kita pahami bahwa ada beberapa armada yang jika kita berpedoman dalam aturan 50 persen maka angkanya tidak ketemu. Nggak mungkin yang daya angkutnya tujuh orang kemudian dibagi 50 persen jadi 3,5 orang. Tetap ada pembulatan dan kami lakukan prinsip pembulatan ke atas," jelas Syafrin.
Syafrin mencontohkan lewat moda transportasi angkot. Menurutnya, kapasitas maksimal angkot yang mencapai 11 orang, maka lewat aturan 50 persen tersebut, kapasitas maksimal yang diizinkan berada di kendaraan tersebut adalah 6 orang.
"Jadi kapasitas angkot kan 11 penumpang. Tentu jadi enam orang. Itu udah termasuk sopir. Jadi lima penumpang, satu sopir," jelasnya.
"Nah jadi yang ada itu di sisi sebelah kiri dua penumpang karena biasanya empat penumpang. Di sebelah kanan biasanya enam orang, jadi tiga penumpang. Jadi total ada lima dan satu sopir," sambungnya.
Dalam operasi tersebut, petugas gabungan menindak 26 angkutan umum, terdiri dari 24 angkot dan 2 bajaj. Para sopir angkutan umum yang melanggar protokol kesehatan itu hanya diberikan sanksi teguran. Namun, jika sopir angkot tersebut kembali melakukan pelanggaran, maka operator yang akan kena denda.
"Mengenai sanksinya sendiri memang di dalam Pergub 79 sanskinya tidak ditunjukkan kepada driver, tapi sanksi ditunjukkan kepada pelaku usaha. Artinya pemilik dari angkutan tersebut," ujar Sambodo.