Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor bersama DPRD Kota Bogor menggelar rapat paripurna di ruang paripurna, gedung DPRD, Jalan Pemuda, Kota Bogor hari ini. Pada rapat paripurna itu, Wali Kota Bogor Bima Arya menyampaikan rancangan Perubahan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020.
Bima mengatakan Kota Bogor saat ini masih bertarung dengan pandemi COVID-19 dan penganggaran sangat menentukan perjuangan Kota Bogor memerangi virus ini. Apalagi Kota Bogor kembali dinyatakan zona merah setelah sempat beberapa hari zona oranye sehingga betul-betul diperlukan kerja sama dalam menangani COVID-19 ini.
"90 persen warga terpapar secara ekonomi, 40 persen warga Kota Bogor putus kerja. Sangat tidak mungkin kalau memberlakukan PSBB total dan di Bodebek akan memberlakukan PSBMK," ujar Bima dalam keterangan tertulis, Selasa (15/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Beda PSBB Jakarta vs PSBM Bodebek |
Ia menuturkan prioritas dalam penyusunan Perubahan KUA-PPAS Tahun 2020 di antaranya memberikan stimulus bagi Wajib Pajak (WP) di Kota Bogor yang jenis usahanya terkena dampak akibat pandemi COVID-19. Lalu, mendorong percepatan pemulihan sektor ekonomi yang terdampak pandemi COVID-19.
Pihaknya juga membuat survei kajian dampak ekonomi. Selain itu, ia juga melakukan penyesuaian terhadap dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
"Pemkot Bogor juga melakukan Refocusing dan Realokasi APBD Tahun 2020, didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan COVID-19 di lingkungan pemerintah daerah," jelasnya.
Ia melanjutkan, Pemkot Bogor juga memprioritaskan kegiatan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) produktif dan aman COVID-19 dalam perubahan APBD 2020 berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2020.
"Termasuk juga pengalokasian kembali alokasi Silpa berdasarkan hasil Audit BPK terhadap Laporan Keuangan Pelaksanaan APBD Tahun 2019," imbuhnya.
Terkait penganggaran, ia juga menyampaikan beberapa hal di antaranya, asumsi pendapatan daerah yang semula ditargetkan Rp 2,43 triliun, menjadi Rp 2,26 triliun atau berkurang Rp 172 miliar. Sementara, asumsi Belanja Daerah yang ditargetkan Rp 2,6 triliun pun menjadi Rp 2,56 triliun atau berkurang Rp 43,65 miliar.
Bima melanjutkan ada juga asumsi pada komponen Penerimaan Pembiayaan daerah yang ditargetkan Rp 345,8 miliar menjadi Rp 416,17 miliar atau bertambah Rp 70,36 miliar. Lalu asumsi pada komponen Pengeluaran Pembiayaan Daerah, ditargetkan sebesar Rp 175,65 miliar menjadi Rp 189,95 miliar atau bertambah Rp 14,3 miliar.
Dengan memperhatikan asumsi-asumsi di atas, masih terdapat kekurangan dana sebesar Rp 73,19 miliar yang tentunya harus disepakati dan dibahas bersama dengan DPRD.
"Dengan tetap mengamankan kebutuhan belanja yang belum dialokasikan dalam rangka penanggulangan dampak COVID-19 di sektor kesehatan, ekonomi, dan jaring pengamanan sosial sampai dengan akhir Desember 2020," pungkasnya.
(mul/mpr)