Direktur Utama (Dirut) PT PAL Indonesia (Persero) Budiman Saleh diperiksa KPK dalam kasus dugaan korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia (persero) tahun 2007-2017. Budiman dicecar penyidik soal penerimaan cashback terkait kegiatan penjualan dan pemasaran di PT DI itu.
"Penyidik mengkonfirmasi keterangan saksi dalam kapasitasnya saat masih menjabat selaku Direktur Niaga PT DI terkait dengan dugaan peran dan penerimaan cashback dari para mitra penjualan," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (3/9/2020).
Budiman diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Dirut PT DI Budi Santoso. Ia diperiksa dalam kapasitas sebagai Direktur Aircraf Integration tahun 2010-2012 dan Direktur Niaga PT 2012-2017 di PT DI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ali menambahkan, KPK juga memeriksa Sales Manager PT Abadi Sentosa Perkasa, Andi Sukandi. Menurut Ali, Andi dicecar penyidik soal pengetahuannya saat menjabat Sales PT DI.
"Saat terjadi dugaan tindak pidana, yang bersangkutan merupakan mantan sales PT DI yang dipekerjakan sebagai karyawan mitra penjualan. Penyidik mendalami keterangan saksi terkait penghubung pihak PT DI dan pihak mitra penjualan dalam hal pembuatan kontrak dan pembayaran," sebutnya.
Dalam pusaran kasus ini, KPK menetapkan mantan Dirut PT DI Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT DI Irzal Rinaldi Zailani sebagai tersangka. Kedua tersangka itu diduga melakukan korupsi dengan modus membuat kontrak fiktif.
"Mulai Juni 2008 sampai 2018, dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT Dirgantara Indonesia (persero) yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha. Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama," kata Ketua KPK Firli Bahuri di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (12/6).
KPK menyebutkan, selama 2011-2018, keenam perusahaan mitra/agen itu mendapat pembayaran dari PT Dirgantara Indonesia (Persero) sekitar Rp 205,3 miliar dan USD 8,65 juta. Kemudian, ada sejumlah pejabat PT DI, termasuk Budi dan Irzal, yang meminta sejumlah uang ke enam mitra/agen tersebut. Total uang yang sudah diterima senilai Rp 96 miliar.
KPK menduga perbuatan tersangka mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 205,3 miliar dan USD 8,65 juta atau setara dengan Rp 125 miliar. Jika ditotal, kerugian negara dalam kasus itu diduga mencapai Rp 330 miliar.
(ibh/maa)