Begini 2 Klaster Penyidikan Djoko Tjandra: Bareskrim dan Kejagung

Begini 2 Klaster Penyidikan Djoko Tjandra: Bareskrim dan Kejagung

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 01 Sep 2020 14:20 WIB
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra berjalan seusai menjalani pemeriksaan, di gedung Bundar Kompleks Gedung Kejakasaan Agung, Jakarta, Senin (31/8/2020). Djoko Tjandra diperiksa sebagai tersangka dalam kasus suap kepada oknum Jaksa Pinangki terkait kepengurusan permohonan peninjauan kembali (PK) dan pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA).ANTARA FOTO/ Adam Bariq/wpa/hp.
Djoko Tjandra berompi tahanan pink Kejagung (Foto: ANTARA FOTO/ADAM BARIQ)
Jakarta -

Pelarian 11 tahun seorang Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra menyisakan deretan skandal. Setidaknya saat ini dua penegak hukum di negeri ini turun langsung mengusut rentetan perkara terkait pemilik julukan Joker itu.

Bareskrim Polri

Bermula dari penangkapan Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia pada 30 Juli 2020, deretan kehebohan mengiringinya. Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo turun langsung dalam penangkapan itu. Setelahnya polisi mulai menelusuri jejak-jejak Djoko Tjandra.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

- Kasus Penggunaan Surat Jalan Palsu

Perkara ini termasuk dalam pidana umum. Polisi sejauh ini sudah menetapkan 3 orang tersangka yaitu Brigjen Prasetijo Utomo, Anita Kolopaking, dan Djoko Tjandra. Mereka dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 426 KUHP, Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP, dan Pasal 223 KUHP.

ADVERTISEMENT

- Kasus Suap terkait Penghapusan Red Notice

Dalam perkara ini, Bareskrim Polri menetapkan empat orang tersangka yang berperan sebagai pemberi suap dan penerima suap. Siapa saja?

Pemberi
- Djoko Tjandra
- Tommy Sumardi

Penerima
- Irjen Napoleon Bonaparte
- Brigjen Prasetijo Utomo

Pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 juncto Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan penerima suap dijerat Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a dan b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

"Barang bukti USD 20 ribu, surat, HP, laptop dan CCTV yang dijadikan barang bukti," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono.

Tonton video 'Pengacara: Djoko Tjandra Beri Uang ke Teman Dekat Pinangki Lewat Ipar':

[Gambas:Video 20detik]



Kejaksaan Agung

Di sisi lain Kejaksaan Agung (Kejagung) turut melakukan penyidikan kasus terkait Djoko Tjandra. Dalam kasus ini Kejagung lebih dulu menetapkan jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai tersangka. Setelahnya, Kejagung menjerat Djoko Tjandra sebagai tersangka. Dia diduga memberikan suap kepada Pinangki.

Pinangki dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan teranyar pasal tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Sedangkan Djoko Tjandra dijerat dengan sangkaan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan Pasal 5 ayat 1 huruf b dan Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Jaksa Pinangki berompi tahanan Kejagung warna pinkJaksa Pinangki berompi tahanan Kejagung warna pink (Foto: dok istimewa)

Dari jeratan TPPU, terbaru jaksa menyita 1 unit mobil BMW tipe SUV X5. Mobil dengan pelat nomor F-214 itu berkelir biru metalik.

Pinangki diduga menerima suap terkait pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) terkait Djoko Tjandra. Namun pada akhirnya fatwa itu tidak berhasil didapatkan.

Berkaitan dengan fatwa itu MA sudah pernah memberikan penjelasan. Juru bicara MA Andi Samsan Nganro pada Kamis, 27 Agustus 2020, menegaskan tidak pernah menerima permohonan fatwa Djoko Tjandra.

"Setelah kami cek untuk memastikan apakah benar ada permintaan fatwa hukum kepada MA terkait perkara Joko S.Tjandra, ternyata permintaan fatwa itu tidak ada. Maka bagaimana bisa mengaitkan dengan MA atau orang MA kalau permintaan fatwa itu sendiri tidak ada," kata Andi.

Andi menyatakan, kendati MA berwenang memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun tidak, tetapi hanya kepada Lembaga Tinggi Negara (Pasal 37 UU MA).

"Jadi tentu ada surat permintaan resmi dari lembaga atau instansi yang berkepentingan kepada MA. Oleh karena itu MA tidak sembarangan mengeluarkan apakah itu namanya fatwa ataukah pendapat hukum," ujar Andi.

"Tegasnya, kami tidak pernah menerima surat permintaan fatwa dari siapa pun terkait perkara Djoko Tjandra," sambungnya.

KPK

Di sisi lain ada dorongan agar KPK ikut aktif mengusut perkara Pinangki. Namun Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyebut belum ada permohonan koordinasi dan supervisi dari Kejagung terkait kasus tersebut.

"Belum ada langkah-langkah koordinasi dan supervisi menyangkut penanganan perkara dimaksud," kata Nawawi, kepada wartawan, Senin (31/8/2020).

Bahkan, Nawawi menyebut dirinya telah memanggil Deputi Penindakan KPK, Karyoto untuk memastikan itu. Menurutnya, sejauh ini laporan yang diterima KPK baru soal pemberitahuan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Namun Ketua KPK Firli Bahuri memberikan jawaban sedikit berbeda. Dia mengaku sudah berkoordinasi dengan Kejagung.

"Kita sudah melakukan koordinasi dengan kejaksaan," kata Firli.

Bahkan Firli mengaku akan mengambil alih kasus Pinangki jika perkara itu tidak selesai di tangan Kejagung. Dia mengatakan KPK akan bekerja mengambil alih kasus Pinangki sesuai dengan aturan 10A UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.

"Dan kasus itu kita lakukan supervisi untuk penanganan selanjutnya. Tetapi kalau memang seandainya tidak selesai, sesuai dengan Pasal 10A, bisa kita ambil. Saya kira itu," ujar Firli.

Di sisi lain, sejumlah anggota Komisi III DPR dari berbagai fraksi saling silang pendapat soal penanganan kasus Jaksa Pinangki yang dituding menerima suap dari Djoko Tjandra itu. Ada yang mendukung kasus Pinangki ditangani KPK, namun ada juga yang setuju kasus tersebut tetap ditangani Kejagung.

Setidaknya ada 9 Fraksi di DPR terbelah soal penanganan kasus Pinangki. Komisi III membidangi urusan hukum dan bermitra di antaranya dengan Polri, Kejagung, dan KPK.

Dari 9 fraksi di DPR, ada 4 yang setuju kasus Jaksa Pinangki lebih baik diserahkan ke KPK. Sementara 3 fraksi menyatakan dukungannya untuk Kejagung tetap menangani kasus dugaan suap pegawainya.

Sementara itu ada 1 fraksi, yakni PDIP yang punya pendapatnya masih abu-abu. Kemudian 1 fraksi, yaitu PPP punya alternatif lain yakni imbauan agar kasus Pinangki diserahkan ke Polri. Namun belakangan PPP menyatakan dukungan kasus itu tetap dipegang Kejagung.

Halaman 2 dari 3
(dhn/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads