Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menanggapi pernyataan Mendikbud Nadiem Makariem soal kebijakan 'selalu salah' terkait tutup dan buka sekolah di masa pandemi Corona (COVID-19). Hetifah menilai curhat Nadiem itu menunjukkan sikap Nadiem yang selalu dilema saat membuat kebijakan.
"Menunjukkan bahwa dalam pembuatan kebijakan selalu ada dilema," kata Hetifah saat dihubungi, Senin (31/8/2020).
Hetifah kemudian mengungkapkan kesenjangan belajar (learning gap) di RI sangat mengkhawatirkan. Kesenjangan ini semakin menimbulkan masalah saat pembelajaran jarak jauh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebelum COVID pun, learning gap di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Dari hasil PISA 2018 kemarin, Indonesia menempati peringkat 10 terbawah untuk semua kategori. Ini berarti anak-anak Indonesia memiliki kemampuan lebih rendah daripada anak-anak seusianya di mayoritas negara lain," kata Hetifah.
"Dengan adanya pandemi, pembelajaran menjadi lebih terbatas lagi. Belum lagi ada kesenjangan antara mereka yang memiliki akses internet dan yang tidak. Learning loss beberapa bulan ke belakang ini, jika tidak dimitigasi dapat menjadi permanen, dan ke depannya dapat memperlebar kesenjangan antar kelas sosial dan ekonomi," sambungnya.
Dengan demikian, Hetifah meminta Kemendikbud memetakan tingkat kemampuan siswa. Menurutnya, kemampuan tiap siswa tidaklah sama.
"Yang pasti kita harus petakan, kita tidak akan tahu datanya kalau tidak ada asesmen. Mungkin ini saatnya Kemendikbud menyelenggarakan asesmen kompetensi yang telah dirancang dahulu sebelum COVID, tentu dengan jarak jauh dan mungkin mengambil sampel saja dahulu. Setelah dipetakan, buat rencana strategisnya, misalnya mengelompokkan siswa sesuai dengan tingkat kemampuan, karena tingkat learning loss-nya juga berbeda-beda antar-siswa," katanya.
Hetifah mengatakan ada beberapa penyesuaian yang harus dilakukan Kemendikbud untuk mengatasi kesenjangan itu. Seperti pengelompokan kemampuan siswa hingga program afirmasi bagi siswa yang mengalami ketertinggalan.
"Mungkin ada beberapa adjustment yang harus dilakukan Kemendikbud ke depan, seperti pembedaan kelas yang sesuai kemampuan, penggunaan toolkit-toolkit tertentu, program afirmasi untuk mereka yang tertinggal jauh," tuturnya.
Dengan pemetaan itu, Hetifah berharap dapat ditemukan permasalahan tiap siswa, sehingga akan memudahkan pengelompokan dalam pembelajaran.
"Dengan sampling yang benar diharapkan bisa dipetakan kira-kira, rata-rata learning loss-nya seberapa besar, dan bagaimana bentuk program intervensi yang dapat diberikan," kata dia.
Sebelumnya, Nadiem Makarim sedikit mencurahkan isi hatinya (curhat) mengenai posisi sulit dalam mengambil kebijakan pendidikan di tengah pandemi COVID-19. Dia merasa apa pun kebijakan pendidikan di masa pandemi COVID-19 ini bakal disalahkan orang.
"Posisi saya luar biasa sulitnya, Pak. Buka sekolah salah, tutup sekolah salah," kata Nadiem dalam webinar 'Sistem Pendidikan di Tengah Pandemi COVID-19' yang diselenggarakan oleh DPD Taruna Merah Putih Jawa Tengah, Minggu (30/8) malam.