Pendidikan Militer untuk Mahasiswa Dinilai Kontradiktif dengan Kampus Merdeka

Pendidikan Militer untuk Mahasiswa Dinilai Kontradiktif dengan Kampus Merdeka

Rahel Narda Chaterine - detikNews
Rabu, 19 Agu 2020 19:51 WIB
Menteri Pertahanan Rymizard Ryacudu memberikan tanda pelatihan kepada calon kader pembina Bela Negara di Jakarta, Kamis (22/10/2015). Sebanyak 4500 kader pembina Bela Negara di 45 Kabupaten/Kota mulai hari ini serentak mengikuti program Bela Negara. Agung Pambudhy/Detikcom.
Program Bela Negara yang sempat dijalankan saat Menhan dijabat Ryamizard Ryacudu (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta -

Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tengah mengkaji kerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar para mahasiswa bisa ikut Program Bela Negara. Sejumlah mahasiswa pun turut menyuarakan pendapatnya terkait wacana tersebut.

Mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad) Jurusan Ilmu Pemerintahan yang berada di semester 9 bernama Riezal Pratama (22) menilai program itu kontradiktif dengan Program Kampus Merdeka yang diusung Kemendikbud. Sebab, menurutnya, Kampus Merdeka itu memberikan ruang bagi mahasiswa untuk mengeksplor diri.

"Jadi kontradiktif dengan apa yang dibawa Kemendikbud ya. Kampus Merdeka ya. Kampus Merdeka yang didorong Kemendikbud itu kan memberikan ruang kepada mahasiswa atau siswa juga, ya. Merdeka Belajar itu kan memberikan ruang kepada siswa maupun mahasiswa," kata Riezal saat dihubungi pada Rabu (19/8/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Khususnya Kampus Merdeka kepada mahasiswa untuk mengeksplor apa yang bisa menjadi potensi dia dan kontribusinya akan gimana, memberikan ruang seperti pengabdian dan sebagainya," imbuhnya.

Dia menganggap program tersebut tidak relevan dengan situasi saat ini. Dia pun mempertanyakan mengapa gaya militeristik dianggap sebagai solusi terhadap permasalahan terkait rasa cinta terhadap negara.

ADVERTISEMENT

"Kebijakan ini masih belum relevan ya untuk saat ini karena setiap public policy kan pasti ada latar belakangannya ya. Kondisi apa yang melatarbelakangi kebijakan ini muncul? Latar belakangnya adalah untuk menumbuhkan kecintaan terhadap tanah air Indonesia dan sebagainya. Tapi gagasannya muncul dari Kemenhan, pasti muncul dengan gaya militeristik nantinya. Ini kan jadi pertanyaan. Kenapa akhirnya gaya militeristik dianggap sebagai solusi terhadap masalah kecintaan terhadap negara," ungkap Riezal.

Dihubungi secara terpisah, mahasiswa FKM Universitas Indonesia (UI) semester 3 bernama Randy (19) tidak setuju dengan adanya Program Bela Negara. Menurutnya, program itu tidak relevan dengan kepribadiannya.

"Nggak terlalu setuju sih. Karena mungkin tidak relevan dengan aku," ucap Randy saat dihubungi.

Menurut Randy, belum tentu program pendidikan militer dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air. Dia mengatakan rasa cinta tanah air juga dapat diwujudkan dengan cara lain, misalnya melalui diskusi.

"Belum tentu, kalau gambaran aku ya, pendidikan militer itu akan menumbuhkan rasa cinta tanah air gitu. Meskipun mungkin iya. Tapi aku pikir, aku prefer cara lain gitu. Yang lebih kayak diskusi gitu. Nggak perlu sampai wajib militer gitu," ujar Randy.

Selain itu, mahasiswa baru UI jurusan Psikologi bernama Elsa Christina (17) beranggapan konsep Program Bela Negara masih mengawang. Dia mempertanyakan keterkaitan antara menumbuhkan kecintaan terhadap budaya bangsa dan perihal militeristik.

"Secara umum sih sebenarnya kalau buat mencintai budaya (bangsa) ya nggak apa-apa, cuma konsepnya kan masih ngawang-awang. Apa hubungannya budaya sama militer?" kata Elsa.

Elsa pun berharap agar Program Bela Negara itu tidak wajib diikuti seluruh mahasiswa. Selain itu, menurutnya, program itu tidak hanya bersifat teori, namun perlu memasukkan unsur-unsur praktik.

"Harapannya sih itu nggak wajib semuanya harus militer. Terus habis itu mungkin jangan terlalu teoritis, tapi bisa praktik mungkin," kata Elsa.

Diberitakan sebelumnya, Kemenhan saat ini tengah menjajaki kerja sama dengan Kemendikbud agar para mahasiswa bisa ikut Program Bela Negara. Nantinya mahasiswa bisa mengikuti pendidikan militer yang nilainya bisa dimasukkan ke dalam SKS yang diambil.

"Nanti, dalam satu semester mereka bisa ikut pendidikan militer, nilainya dimasukkan ke dalam SKS yang diambil. Ini salah satu yang sedang kita diskusikan dengan Kemendikbud untuk dijalankan. Semua ini agar kita memiliki milenial yang tidak hanya kreatif dan inovatif, tetapi cinta bangsa dan negara dalam kehidupan sehari-harinya," kata Wakil Menteri Pertahanan RI Sakti Wahyu Trenggono dalam diskusi online bersama Komunitas Uzone yang disampaikan melalui siaran pers, Minggu (16/8).

Wahyu mengungkapkan, Kemenhan melalui Program Bela Negara akan terus menyadarkan masyarakat terutama para milenial untuk bangga sebagai orang Indonesia. Ia mengatakan berkaca dari Korea Selatan, yang kini tengah mengguncang dunia lewat K-Pop-nya, Wahyu berharap bangsa Indonesia bisa mempromosikan budaya Indonesia ke kancah internasional.

Sementara itu, Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud Nizam menanggapi wacana tersebut dengan berbicara mengenai komponen cadangan pertahanan negara. Nizam mengatakan hak WNI untuk menjadi komponen cadangan itu ada dalam skema Kampus Merdeka, sedangkan untuk program lain terkait kepemimpinan dan bela negara, Kemendikbud dan Kemenhan akan membahasnya lebih lanjut.

"Dalam UU 23/2019 tentang Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, salah satunya mengamanahkan tentang hak WNI untuk menjadi komponen cadangan," kata Nizam lewat pesan singkat, Senin (17/8).

Halaman 2 dari 2
(jbr/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads