Ini Tahapan Obat 'Corona Unair' agar Bisa Dapat Izin Edar

Ini Tahapan Obat 'Corona Unair' agar Bisa Dapat Izin Edar

Yulida Medistiara - detikNews
Rabu, 19 Agu 2020 16:45 WIB
Berisiko Picu Kanker, 67 Batch Obat Asam Lambung Ranitidin Ditarik BPOM. Kepala BPOM Penny K Lukito
Kepala BPOM Penny Lukito (Rifkianto Nugroho/detikHealth)
Jakarta -

BPOM melakukan inspeksi terhadap hasil uji klinis 'obat COVID-19' dari Universitas Airlangga (Unair). BPOM menilai, sebelum dapat diberikan izin edar terhadap 'obat Corona Unair', ada beberapa tahapan prosedur yang harus dilalui, yaitu validitas prosedur uji klinis.

"Sebelum sampai ke situ (izin edar), yang paling penting adalah memastikan dulu bahwa uji klinis sudah berjalan dengan validitas yang baik. Sudah sesuai dengan kaidah-kaidah keilmiahan yang tepat, baru bisa diserahkan ke kami dan diproses untuk mendapatkan izin edar. Kita belum sampai ke sana," kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam konferensi pers yang disiarkan di YouTube BPOM RI, Rabu (19/8/2020).

Penny mengatakan pihaknya sudah meminta tim Unair melakukan perbaikan dalam proses uji klinisnya. Nantinya, jika sudah diperbaiki dan dinilai uji klinisnya sesuai prosedur dan memiliki validitas yang baik, BPOM akan memberikan percepatan izin edar dalam skema emergency use authorization (EUA), dengan pertimbangan risk and benefit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau nanti hasilnya sudah kita anggap selesai, tentunya ada proses seperti hasil koreksi sudah diperbaiki, kemudian sudah kita anggap valid, kemudian diserahkan pada kami, untuk dinilai. Saya kira kita akan memberikan, karena dari sekarang juga masih suasana pandemi, jadi bisa kita memberikan izin emergency use authorization," kata Penny.

Nantinya proses penilaiannya dalam waktu 20 hari kerja, proses penilaian BPOM juga akan dibantu dari Komnas Penilai Obat. BPOM ingin memastikan hasil riset obat Corona itu benar-benar sahih sebelum disampaikan ke masyarakat.

ADVERTISEMENT

"Saya kira tadi ada kesepakatan dari semua sponsor, dari BPOM bahwa kita akan memastikan bahwa hasil dari riset ini dari uji klinis ini adalah betul-betul sahih. Jadi saya kira nanti akan ada proses selanjutnya," ungkapnya.

Penny mengatakan ada serangkaian tahapan di BPOM sebelum obat diberi izin edar, yaitu penelitian praklinis, penelitian klinis, dan evaluasi.

Temuan BPOM

Sementara itu, dalam tahapan uji klinis 'obat Corona Unair' ini, BPOM menemukan beberapa temuan. Adapun temuan itu terkait populasi riset yang dipilih belum merepresentasikan masyarakat Indonesia.

Penny mengatakan, pada 28 Juli, tim BPOM melakukan inspeksi dan menemukan temuan kritis, terutama terkait dengan randomisation atau random acak. Ia menegaskan suatu riset harus dilakukan secara acak sehingga dapat merepresentasikan populasi di mana nanti obat tersebut akan diberikan dan merepresentasikan masyarakat Indonesia.

"Jadi dari pasien sebagai subjek yang dipilih itu masih menunjukkan belum merepresentasikan randomisation sesuai dengan protokol yang ada," kata Penny.

"Dikaitkan dengan misalnya variasi dari demografi dari derajat kesakitan, derajat keparahan sakitnya, kan ada kita melakukan untuk derajat ringan, derajat sedang, dan parah. Tapi subjek yang diintervensi dengan obat uji ini tidak merepresentasikan keberagaman tersebut karena itu bagian dari randomisation, acaknya, itu yang merepresentasikan validitas dari suatu riset," ungkapnya.

Simak video 'Satgas COVID-19 Jelaskan soal Uji Klinis 'Obat Corona' Unair':

[Gambas:Video 20detik]



Penny menyampaikan BPOM menemukan orang tanpa gejala (OTG) juga diberi terapi obat dari Unair. Menurutnya, OTG tidak semestinya diberi terapi obat. Mestinya orang yang bergejala ringan hingga berat saja yang diberi obat.

"Kita harus mengarah ke penyakit ringan, penyakit sedang, dan penyakit berat tentunya dengan keterpilihan masing-masing, representasi dari masing-masing harus ada. Itu menyangkut aspek validitas," paparnya.

Selain itu, BPOM menilai hasil riset tersebut belum menunjukkan perbedaan signifikan terhadap pasien COVID-19. Sementara itu, BPOM mengaku masih akan melakukan pengamatan jangka panjang terkait efek samping dari obat Corona dari Unair itu.

"Juga hasilnya belum menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan, suatu riset itu harus menunjukkan, suatu riset itu berarti ada introduction suatu yang baru dan suatu riset itu harus bisa menunjukkan bahwa sesuatu yang diintervensi baru tersebut memberikan hasil yang cukup signifikan berbeda dibandingkan dengan terapi yang standar, dalam hal ini pemberian azitromisin, itu tidak signifikannya terlalu besar. Jadi saya kira perlu kita tindak lanjut lagi lebih jauh lagi," pungkasnya.

Sebelumnya, terdapat tiga kombinasi obat yang diteliti oleh Universitas Airlangga (Unair)yang didukung Badan Intelijen Negara (BIN) dan TNI-AD, adalah seperti berikut.

Kombinasi pertama, Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin
Kombinasi kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycyclin
Kombinasi ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromycin.

Halaman 2 dari 2
(yld/zap)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads