Musikus cum politikus Partai Gerindra, Ahmad Dhani, ternyata mempertimbangkan maju ke Pilkada di Kota Surabaya. Tapi, Ahmad Dhani pernah menjadi narapidana (napi). Bisa tidak ya, Ahmad Dhani menjadi calon kepala daerah?
Mari kita tengok aturan perundang-undangan mengenai syarat calon kepala daerah. Ada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang mengatur hal ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di UU Pilkada, salah satu syarat calon kepala daerah adalah orang yang tidak pernah menjadi terpidana. Begini bunyi pasalnya.
UU Pilkada
Pasal 7 ayat (2) huruf g
Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
g. tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana;
Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) huruf g di atas, Ahmad Dhani tidak bisa maju menjadi calon di Pemilu Wali Kota (Pilwali) Surabaya. Tapi, jangan terlalu cepat menarik kesimpulan. Simak penjelasan selanjutnya.
Tonton juga video 'Ogah Ladeni Debat, Ahmad Dhani Sebut JRX Tak Punya Moral':
Dibatalkan MK
Pasal 7 ayat (2) huruf g di atas sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada pengujung 2019 kemarin. MK menilai Pasal itu bertentangan dengan konstitusi sehingga tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap," kata ketua majelis hakim konstitusi yang memutus uji materi kala itu, Anwar Usman, dalam sidang di MK, Jakarta Pusat, 11 Desember 2019.
MK lantas mengubah bunyi Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada itu menjadi tiga poin, begini bunyinya:
1. Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali terhadap pidana yang melakukan tindak pidana kealfaan dan tindak pidana politik dalam suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif, hanya karena pelakunya memiliki pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa.
2. Bagi mantan terpidana yang telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jatidirinya sebagai mantan terpidana dan
3. Bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
Putusan itu membuat terpidana bisa maju menjadi calon kepala daerah asalkan hukuman pidana yang pernah dijatuhkan ke yang bersangkutan tidak lebih dari lima tahun. Bahkan, bila calon kepala daerah tersebut pernah dipidana 5 tahun, calon kepala daerah tersebut tetap bisa maju ke Pilkada asalkan sudah melewati jangka waktu 5 tahun pasca-bui.
Lantas bagaimana dengan Ahmad Dhani?
Pidana yang dijatuhkan ke Dhani tidak sampai lima tahun, melainkan hanya 1,5 tahun. Vonis itu dijatuhkan hakim pada 28 Januari 2019.
Gara-gara cuitan di Twitter, Ahmad Dhani divonis melakukan tindak pidana, sebagaimana diatur di Pasal 45A ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ancaman hukuman dari pasal 45A ayat 2 UU ITE maksimal 6 tahun. Namun, sebagaimana diketahui, hakim memutus Dhani dipenjara 1,5 tahun.
Berikut ini bunyi Pasal 45A ayat 2 UU ITE:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Jadi, apakah Dhani bisa menjadi calon kepala daerah? Atau pertanyaan yang mendasar, apakah Dhani memang mau maju ke Pilwali Surabaya 2020?