Tudingan Australia soal Pemotongan Sapi 'Tak Manusiawi' Ditepis Ulama

Round-Up

Tudingan Australia soal Pemotongan Sapi 'Tak Manusiawi' Ditepis Ulama

Tim detikcom - detikNews
Minggu, 16 Agu 2020 07:44 WIB
Petugas kesehatan melakukan Rapid tes terhadap petugas jagal kurban di kawasan Puri Beta, Tangerang, Banten, Jumat (31/7/2020). Rapid tes ini dilakukan untuk mencegahnya penularan COVID-19.
Ilustrasi hewan kurban (Foto: Grandyos Zafna-detikcom)
Banda Aceh -

LSM bernama Animals Australia melayangkan surat protes ke Departemen Pertanian, Air dan Lingkungan Australia (DAWE) dan menyertakan rekaman video pemotongan hewan 'tidak manusiawi' yang disebut terjadi di Aceh. Anggapan itu kemudian ditepis para ulama.

"Ternak Australia di Indonesia masih dipotong menggunakan model Mark I yang sudah dilarang, penggunaan tali dalam pemotongan hewan menjadi keprihatinan bagi kita semua di industri peternakan," kata CEO Animals Australia Glenys Oogjes dalam pernyataannya kepada ABC, pada Jumat (7/8/2020).

Animals Australia menyebut rekaman itu terjadi saat pemotongan hewan pada Hari Raya Idul Adha di Aceh. CEO Animals Australia Glenys Oogjes mengatakan tata cara pemotongan 'sangatlah mengkhawatirkan', seperti yang sudah pernah diungkapkan di tahun 2011.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, katanya, ada sistem pemantauan yang dibuat oleh Departemen Pertanian Australia, bernama Exporter Supply Chain Assurance System (ESCAS), setelah adanya larangan ekspor ternak ke Indonesia pada 2011.

Direktur eksekutif Dewan Eksportir Hewan Ternak Australia, Mark Harvey-Sutton menyebut rekaman tersebut 'membuat stress' yang melihatnya dan menunjukkan hewan-hewan yang berasal dari Australia itu diikat dengan tali dan kemudian lehernya digorok tanpa dibunuh lebih dulu dengan kejutan listrik.

ADVERTISEMENT

Menurut Mark, beberapa video dan sejumlah besar foto yang diambil antara tanggal 30 Juli sampai 5 Agustus menunjukkan adanya 10 ternak sapi di fasilitas tersebut.

"Peristiwa ini tampaknya terjadi karena dilakukan oleh staf yang tidak berpengalaman, namun jelas ini di luar protokol normal yang dilakukan di Indonesia," katanya.

Ulama Aceh kemudian buka suara. Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Teungku Faisal Ali, mengawali penjelasan soal teknik pemotongan dengan membuat hewan pingsan lebih dulu atau stunning yang dinilai LSM tersebut harusnya dilakukan sebelum penyembelihan sapi di Aceh.

Faisal mengatakan MPU telah punya fatwa sendiri soal masalah tersebut. Dia menyebut teknik tersebut tak dibolehkan dalam Islam.

"Sudah ada fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh tentang penyembelihan dengan metode stunning. Dari berbagai pemaparan dari para ahli, kita menyimpulkan bahwa penyembelihan dengan teknik stunning itu tidak boleh di dalam Islam," kata Faisal Ali, Rabu (12/8/2020).

Tonton juga video 'BNPB Anjurkan Pemotongan Kurban Dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan':

[Gambas:Video 20detik]



Fatwa yang dimaksud adalah fatwa nomor 06 tahun 2013 tentang Stunning, Meracuni, Menembak Hewan dengan Senjata Api dan Kaitannya dengan Halal. Menurutnya, fatwa itu keluar setelah MPU mendengar kajian dari berbagai ahli, termasuk ahli kesehatan hewan hingga ahli bius.

Faisal pun menilai protes yang dilayangkan LSM di Australia itu tidak tepat. Dia menyebut fatwa itu menyebut penyembelihan dengan teknik stunning haram.

"Apa yang dilakukan protes oleh teman-teman di luar negeri (penyembelihan) harus dengan pembiusan itu tidak dibenarkan dalam Islam," ujar pria akrab disapa Lem Faisal ini.

Namun, Faisal menilai protes ini muncul karena tukang jagal tidak memperhatikan fikih dalam penyembelihan hewan. Dia pun meminta para tukang jagal menjaga adab dalam memperlakukan hewan.

"Jadi, waktu dijatuhkan, binatang tidak sakit. Tapi apa yang dilakukan sebagian orang itu bukan keterwakilan cara penyembelihan yang benar," jelas Faisal

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga ikut buka suara. MUI mengatakan Islam sangat menekankan ihsan terhadap hewan.

"Islam sangat menekankan soal ihsan terhadap hewan, termasuk ketika menyembelih. Konsep ihsan dalam fikih Islam sebagai manifestasi dari komitmen kesejahteraan hewan, atau animal welfare," ujar Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam.

"Dalam hadis nabi dijelaskan, apabila kamu hendak menyembelih hewan, maka berbuatlah ihsan dalam proses penyembelihan," sambung Asrorun.

Asrorun mengatakan berbuat baik pada hewan sering kali didasarkan pada kondisi subjektif. Contohnya, ada orang yang menolak konsumsi daging hewan hingga terkait penyembelihan tanpa stunning (pemingsanan).

Asrorun mengatakan berdasarkan fatwa MUI, penyembelihan semaksimal mungkin dilakukan secara manual tanpa stunning. Namun, dia mengatakan stunning tetap dibolehkan selama tidak menyiksa hewan atau membunuh hewan tersebut sebelum disembelih.

"Dalam ketentuan fatwa MUI, penyembelihan sedapat mungkin dilaksanakan dengan pisau yang tajam, tanpa dilakukan stunning," tuturnya.

"Stunning untuk mempermudah proses penyembelihan hewan hukumnya boleh, dengan syarat, satu stunning hanya menyebabkan hewan pingsan sementara, tidak menyebabkan kematian serta tidak menyebabkan cedera permanen. Dua bertujuan untuk mempermudah penyembelihan. Tiga pelaksanaannya sebagai bentuk ihsan, bukan untuk menyiksa hewan," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads