Pilkada digelar serentak pada Desember 2020. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memberikan sejumlah pernyataan seputar gelaran Pilkada di masa pandemi virus Corona (COVID-19) itu.
Arahan tersebut disampaikan Tito di webinar Taruna Merah Putih yang disiarkan live di YouTube, pada Minggu (9/8/2020). Tito menyampaikan itu di hadapan politikus PDIP Maruarar Sirait, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan juga Bupati Tulang Bawang Winarti.
Dalam kesempatan itu, Tito menuturkan adaptasi kebiasaan baru juga bisa dilakukan dalam pilkada. Tito berharap Pilkada tahun ini sebagai momentum untuk menekan kurva positif rate dan penyebaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Tito mengkritik ada beberapa kepala daerah yang masih kurang dalam menangani Corona. Ia juga berjanji akan memberikan sanksi apabila ditemukan ada kecurangan Pilkada yang memanfaatkan bansos Corona.
Berikut 6 Arahan Mendagri soal Pilkada 2020 di Tengah Pandemi Corona:
Tegur 2 Kepala Daerah Salah Gunakan Bansos
Tito akan memberikan teguran apabila ditemukan kecurangan pilkada calon petahana memanfaatkan bansos
"Kecurangan Pilkada ini bisa sangat bisa terjadi. Kalau ada saya akan berikan teguran," ujar Tito.
Tito mengatakan, dirinya telah menegur dua kepala daerah yang diketahui menyalahgunakan bansos. Bila hal tersebut terulang, dia menyebut akan memberikan sanksi lebih.
"Karena UU nomor 23 tahun 2014 Menteri Dalam Negeri dapat memberikan sanksi mulai dari teguran sampai ke sanksi yang jauh lebuh keras lagi," kata Tito.
"Saya sudah lakukan kepada dua kepala daerah teguran itu. Kemudian kalau berulang kita akan naikkan sanksi yang lebih berat," tuturnya.
Tito menyebut dirinya telah memberikan surat edaran bagi kepala daerah terkait bansos. Dimana bansos tersebut diminta tidak menggunakan identitas pribadi.
Pengendalian Protokol Didominasi Low Class Sulit
Tito mengungkapkan kepatuhan masyarakat pada protokol kesehatan dibutuhkan pengendalian kontrol. Pengendalian ini disebut tergantung pada sistem politik suatu negara.
"Kalau kita bicara untuk membuat orang tidak saling menulari, maka kita bicara pengendalian kontrol. Kalau bicara soal sosial kontrol maka akan sangat tergantung dengan sistem politik dan sistem sosial budaya," ujar Tito.
Tito mengatakan, pengendalian masyarakat pada negara dengan sistem demokrasi tidak mudah. Hal ini menurutnya karena pemegang kedautalan adalah rakyat.
"Mengendalikan masyarakat di sistem demokrasi tidak gampang. Karena pemegang kedaulatan adalah rakyat, pemerintah hanya pemegang mandat yang ditunjuk, dipilih oleh rakyat," kata Tito.
Dia menilai, pengendalian di sistem demokrasi akan mudah bila masyarakat didominasi oleh kelas menengah. Sehingga masyarakat dengan sendirinya mengetahui kondisi.
"Sistim pengendalian masyarakat di sistem yang demokrasi itu akan efektif kalau negara itu didominasi oleh middle class, mereka yang terdidik, mereka yang memiliki kemampuan secara ekonomi, mayoritas. Contoh kasus Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Australia, New Zealand," kata Tito.
"Sehingga ketika diminta untuk pakai masker mereka tidak usah diperintah mereka bisa mengecek dengan kemampuan intelektual mereka yang memadai untuk apa masker itu," sambungnya.
Namun, Tito mengatakan masyarakat Indonesia didominasi oleh low class sehingga menjadi sulit.
"Tapi pengendalian masyarakat di sistem demokrasi yang didominasi oleh low class, seperti kasus Indonesia, India, Brazil, Equador, ini menjadi tidak mudah. Karena masyarakatnya, sekali lagi masyarakat milik kedaulatan, mereka banyak yang kurang terdidik dan kurang mampu secara ekonomi," tuturnya.
Tidak hanya itu, menurutnya situasi juga menjadi lebih sulit ketika pemerintahan terbagi. Antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Pilkada saat Pandemi New Normal di Bidang Politik
Tito mengatakan adaptasi kebiasaan baru juga bisa dilakukan dalam pilkada.
"Kalau terjadi adaptasi kebiasaan baru atau AKB atau new normal dalam semua sektor kehidupan, kenapa tidak dalam bidang politik. Dalam politik pilkada, kenapa tidak laksanakan kita melakukan itu," ujar Tito.
Dia menyebut, beberapa negara sukses melaksanakan Pilkada di tengah pandemi. Hal tersebut menjadi motivasi pemerintah Indonesia untuk melakukan hal serupa.
Tito menilai, Pilkada tahun ini sebagai momentum untuk menekan kurva positif rate dan penyebaran.
Selain itu, Tito menyebut Pilkada di masa pandemi ini dapat melahirkan pemimpin yang kuat dan tangguh. Hal ini karena menurutnya, pemimpin yang hebat hadir di masa krisis.
"Jadi caranya kita menggabungkan antara persoalan pandemi dengan agenda politik pemerintahan Pilkada, ini harus digabung. Jangan menjadi persoalan yang terpisah, seolah-olah Pilkada ini adalah agenda politik semata. Sedangkan protokol kesehatan hanya untuk mengamankan. Tidak," ujar Tito.
Skenario Akhir Virus Corona Melemah Sendiri
Tito mengatakan skenario paling akhir yakni virus Corona melemah sendiri.
"Pandemi selesai setidaknya ada tiga skenario yang pertama adalah ketika ditemukannya vaksin, yang kedua adalah ketika terjadinya herd immunity yaitu kekebalan kelompok di mana 2 per tiga minimal dari populasi itu mengalami kekebalan alami karena tertular," kata Tito.
Tito menjelaskan, dalam skenario kedua ini ada kemungkinan banyak korban. Karena daya tahan tubuh manusia yang kuat akan bertahan, sementara yang lemah akan jatuh sakit, paling fatal bisa mengakibatkan meninggal dunia.
"Demikian juga herd immunity ini skenarionya tidak kita inginkan, maka skenario yang terakhir adalah virusnya melemah sendiri. Kita percaya virusnya berasal dari Tuhan, dan Tuhan juga yang bisa menyelesaikan ya. Dan ini pernah terjadi dalam kasus Spanish flu influenza, yang terjadi adalah kombinasi antara herd immunity yang menimbulkan korban lebih dari 50 juta jiwa dan kemudian virusnya melemah sendiri. Sampai hari ini kita alami yang namanya influenza atau flu yang menjadi penyakit biasa, yang tahun 1917-1920 itu penyakit mematikan," sambung Tito.
Virus Corona Belum Tentu Tuntas 2021
Tito menjelaskan pandemi virus COVID-19 belum akan berakhir dengan tuntas pada 2021 meski vaksin telah ditemukan. Awalnya, Tito mengatakan vaksin Corona yang diproduksi oleh perusahaan asal China yakni Sinovac akan selesai uji klinis tahap tiga pada akhir Desember mendatang.
"Yang terbaru adalah Sinovac dari Tiongkok itu memasuki tahap yang ketiga dan Indonesia mengambil bersama dengan Brasil, Bangladesh yang dicobakan kepada 1.620 relawan di Indonesia. Kita berdoa mudah-mudahan rencana Desember paling lama hasilnya dapat diketahui ketika 1.620 relawan ini akan dicobakan vaksin tersebut," kata Tito.
"Kalau efektif bisa memunculkan kekebalan antibodi bisa mematikan virus COVID-19 maka baru ada produksi massal. Produksi massal direncanakan Januari, Februari harus 2/3 dari populasi Indonesia," imbuhnya.
Tito mengatakan jika uji vaksin Sinovac itu berhasil pada Desember nanti, maka pada Januari 2021 akan dilakukan produksi masal. Namun belum memenuhi produksi untuk 340 juta penduduk per tahun. Maka akan dilanjutkan tahun berikutnya.
Tito mengatakan, pada proses vaksinasi dibutuhkan dua kali tahapan. Tito juga mengungkapkan alasan vaksinasi harus dilakukan kepada 2/3 total penduduk.
Dengan kalkulasi itu, Tito mengatakan jika vaksin berhasil ditemukan Desember nanti, maka pada 2021 pandemi virus Corona belum bisa selesai secara tuntas, karena 2/3 penduduk Indonesia belum divaksinasi.
Atas dasar penjelasan itu, Tito mengungkapkan kenapa Pilkada tetap dilakukan pada 9 Desember 2020.
Kepala Daerah Terkesan Cari Aman
Tito menyebut ada beberapa kepala daerah yang masih kurang dalam menangani Corona. Menurut Tito, penilaian ini dia dapat ketika melakukan kunjungan ke-16 daerah Indonesia.
Empat kuadran atau ukuran ini pertama dilihat dari kemauan dan kemampuan penanganan Corona. Tito mengungkapkan ada kepala daerah yang serius menangani Corona tapi masih kekurangan strategi ataupun anggaran, ada juga kepala daerah yang dinilai Tito kurang serius menangani Corona.
"Ada lagi kuadran kedua adalah, kemampuan punya, pengetahuan cukup, anggaran, fiskal ada, didukung lagi oleh pusat, tapi mungkin keseriusannya kurang, ada, saya nggak mau sebutkan, keseriusannya cari aman, dan itu nggak akan maksimal di daerah itu akan terjadi penyebaran," ucap Tito.
Lebih lanjut, Tito mengatakan ada juga kepala daerah yang menurutnya memiliki pengetahuan konsep strategi penanganan Corona, fiskal baik. Namun, keseriusannya kurang dan terkesan cari aman.
"Yang paling buruk ada kepala daerah, sudah nggak ada fiskal baik, pengetahuan dan konsep penanganan COVID dan dampak sosial ekonomi daerah nggak miliki konsep, setelah itu tidak sungguh-sungguh. Ini pasti akan berantakan daerah itu," sambungnya.
Tito menilai seluruh kepala daerah harus bekerja keras. Jika daerah bekerja keras mesin gerak penanganan Corona akan bekerja maksimal.